METODE PENDIDIKAN MENURUT ALQURAN SURAT YUSUF AYAT 108 DAN SURAT AN-NAHL AYAT 125



A.    Pengertian Metode Pendidikan
            Menurut Armai Arief: secara etimologis, istilah metode berasal dari bahasa Yunani “metodos”. Kata ini terdiri dari dua suku kata: yaitu “metha” yang berarti melalui atau melewati dan “hodos” yang berarti jalan atau cara. Metode berarti suatu jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan. Dalam bahasa Arab metode disebut “Thariqat”, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “metode” adalah : “Cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud.” Sehingga dapat dipahami bahwa metode berarti suatu cara yang harus dilalui untuk menyajikan bahan pelajaran agar tercapai tujuan pengajaran.[1]
            Menurut Abuddin Nata, “metode dapat berarti cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Selain itu, ada pula yang mengatakan bahwa metode adalah suatu saran untuk menemukan, menguji, dan menyusun data yang diperlukan bagi pengembangan disiplin ilmu tersebut”.[2]
Di dalam strategi pembelajaran menurut Wina Sanjaya, “metode termasuk ke dalam komponen-komponen pendidikan yang juga mempunyai fungsi yang sangat menentukan dalam pencapaian dari suatu tujuan yang diharapkan dalam kegiatan pendidikan”.[3]

B.     Tafsir QS. Yusuf ayat 108 dan QS. An-Nahl ayat 125

Berikut perbandingan tafsir dari beberapa kitab:

1)      Tafsir Ibnu Katsir
·         Q.S Yusuf:108
قل هذه سبيلي أدعو إلى الله على بصيرة أنا ومن اتبعني وسبحان الله وما أنا من المشركين
Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah di atas bashirah (hujjah yang nyata), Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik". (Yusuf:108)
             
              Allah Subhanahu Wata’ala berfirman kepada Rasul-Nya yang diutus kepada manusia dan jin, memerintahkan kepadanya agar memberitahu kepada manusia bahwa inilah jalannya. Maksudnya adalah cara jalan dan sunnahnya, yaitu dakwah kepada syahadat bahwa tidak ada Ilah yang haq selain Allah yang Maha Esa tidak ada sekutu bagi-Nya. Dengan jalan itu, dia mengajak kepada Allah berdasarkan bukti, dalil dan keyakinan.
              Ia dan orang-orang yang mengikutinya menyerukan apa yang diserukan oleh Rasulullah Saw. berdasarkan kebenaran, keyakinan, dan argumentasi rasional dan syari’at. (سبحان الله) “Mahasuci Allah.” Yakni Mahabersih, Mahaagung, Mahabesar dan Mahakudus dari memiliki sekutu, tandingan, pesaing, yang menyamai, anak, bapak, isteri, pembantu, atau penasehat. Dia Mahasuci, Mahabersih, Mahatinggi dari semua hal tersebut setinggi-tingginya.

·         Q.S An-Nahl:125
ادع إلى سبيل ربك بالحكمة والموعظة الحسنة وجادلهم بالتي هي أحسن إن ربك هو أعلم بمن ضل عن سبيله وهو أعلم بالمهتدين
              Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan elajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Rabbmu Dia lah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya, dan Dia lah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (An-Nahl:125)

              Hendaknya ajakanmu kepada umat manusia, yang Muslim maupun Kafir tertuju jalan Rabbmu yang lurus yang mengandung ilmu yang bermanfaat dan amalan shalih. (بالحكمة) “Dengan hikmah”, maksudnya, setiap orang sesuai dengan keadilan dan pemahaman serta sambutan dan ketaatannya. Termasuk hikmah dalam berdakwah adalah  berdakwah dengan dasar ilmu, bukan kebodohan, memulai dengan perkara yang paling penting (sesuai dengan skala prioritas), lalu yang lebih penting daripada (yang sesudahnya) dan yang lebih dekat dengan alam pikiran mereka dan mudah dipahami, dengan cara (simpatik) yang lebih mendatangkan sambutan lebih baik, dengan penuh kelembutan dan persuasif. Bila sudah tunduk dengan cara hikmah, (maka itu sangat bagus). Jika tidak mempan, maka beralih kepada metode dakwah dengan pelajaran yang baik. Yaitu dengan perintah dan larangan yang diiringi dengan targhib (anjuran keutamaan) dan tahrib (ancaman). Baik dengan (menyampaikan) kemaaslahatan yang terkandung oleh perintah-perintah dan menghitung-hitungnya dan bahaya yang terkandung dalam larangan-larangan dan menginventarisnya, atau dengan menyebutkan kemuliaan hyang diraih oleh orang-orang yang menegakkan agama Allah dan penghinaan hyang diterima orang yang tidak menjalankannya. Maupun dengan menyebutkan sesuatu yang telah Allah sediakan bagi orang-orang yang taat berupa balasan baik di dunia dan akhirat, dan sesuatu yang dipersiakan oleh Allah bagi para pelaku maksiat, berupa hukuman dunia dan akhirat.
              Bila obyek dakwah mengklaim keyakinan yang dipegang teguh olehnya merupakan kebenaran (padahal salah) atau ia seorang propagandis kebatilan, maka ditempuh cara antahan dengan cara yang lebih baik. Yaitu cara-cara yang bisa lebih efektif agar dia menyambut dakwah secara nalar maupun lewat dalil naqli. Termasuk, menegmukakan argumentasi untuk menyerangnya dengan membawakan dalil-dalil yang dia yakini (selanjutnya dibantah satu-persatu)
              Sessungguhnya metode ini lebih efektif merealisasikan tujuan dakwah, dan jangan sampai adu argumentasi mengarah kepada pertikaian atau saling mencela yang akan memupus tujuan dakwah itu sendiri dan tidak muncul manfaat darinya. Akan tetapi, sasarannya adalah memberi hidayah kepada umat manusia, bukan untuk mengalahkan mereka atau tujuan buruk lainnya. Firman Allah, (إن ربك هو أعلم بمن ضل عن سبيله) “Sesungguhnya Rabbmu Dia lah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya,” Maha Mengetahui perbuatan-perbbuatan yang menyeretnya kepada kesesatan, dan Mengetahui perbuatan-perbuatan yang menyebabkannya kepada kesesatannya, dan Allah akan membalasinya dengan setimpal. (وهو أعلم بالمهتدين) “Dan Dia lah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk,” Allah mengetahui bahwa mereka pantas menerima hidayah, lantas menganugerahkannya kepada mereka dan memilih mereka.[4]

2)      Tafsir as-Sa’di
·         Q.S Yusuf:108
قل هذه سبيلي أدعو إلى الله على بصيرة أنا ومن اتبعني وسبحان الله وما أنا من المشركين
Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik". (Yusuf:108)

              Allah berfirman kepada Nabi-Nya Muhammad, (قل) “Katakanlah”, kepada manusia (هذه سبيلي) “Inilah jalanku (agamaku)” yaitu jalanku yang aku mengajak (orang) ke sana. Ia adalah lintasan yang mengantarkan menuju kepada Allah dan mneuju tempat kemuliaan-Nya, yang mengandung adanya pengetahuan tentang kebenaran dan pengamalannya serta lebih mendahulukan kebenaran itu (daripada segala sesuatu), memurnikan agama hanya untuk Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya.
              (أدعو إلى الله) “Aku mengajak (kamu) kepada Allah”, maksudnya aku menganjurkan umat manusia dan para hamba untuk berjalan menujur Rabb mereka, dan aku meng-himbau mereka untuk menyambutknya dan memperingatkan mereka dari perkara-perkara yang menjauhkan mereka dari-Nya. Ditambah lagi, bahwa aku (على بصيرة) “(mengajak) dengan hujjah yang nyata”, yang berasal dari agamaku. Maksudnya, aku bertumpu pada ilmu dan keyakinan tanpa ada unsur syak, kebimbangan dan keraguan. Begitu pula (ومن اتبعني) “orang-orang yang mengikutiku”, mereka mengajak kepada Allah sebagaimana aku mengajak berdasarkan hujjah yang nyata tentang urusan (yang mereka dakwahan). (سبحان الله) “Mahasuci Allah”, dari hal-hal yang dinisbatkan kepada Allah dari sesuatu yang tidak pantas dnegan keagungannya atau menafikan kesempurnaan-Nya. (وما أنا من المشركين) “dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”, pada semua urusanku. Bahkan aku hanya menyembah Allah dengan memurnikan agama bagi-Nya.

·         Q.S An-Nahl:125
ادع إلى سبيل ربك بالحكمة والموعظة الحسنة وجادلهم بالتي هي أحسن إن ربك هو أعلم بمن ضل عن سبيله وهو أعلم بالمهتدين
              Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang lebih baik ddan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Rabbmu, Dia lah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia lah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (Q.S 16:125)

              Allah SWT berfirmaan seraya memerintahkan Rasul-Nya, Muhammad SAW agar menyeru ummat manusia dengan penuh hikmah. Ibnu Jarir mengatakan: “Yaitu apa yang telah diturunkan kepada beliau berupa alquran dan assunnah serta pelajaran yang baik, yang di dalamnya berwujud larang dan berbagai peristiwa yang disebutkan agar mereka waspada terhadap  siksa Allah Ta’ala.
              Firman-Nya: (وجادلهم بالتي هي أحسن) “Dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik,” yakni, barang siapa yang membutuhkan dialog dan tukar pikiran, maka hendaklah dilakukan dengan cara yang baik, lemah lembut, serta tutur kata yang sopan. Hal ini sebagaimana juga Allah sebutkan dalam firman-Nya yang lain: (ولا تجادلوا أهل الكتاب إلا بالتي هي أحسن إلا الذين ظلموا منهم) “Dan janganlah kamu debat dengan Ahli kitab, melainkan dengaan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zhalim di antara mereka,” dan ayat seterusnya. (QS. Al-Ankabut:46)
              Dengan demikian, Allah memerintahkannya untuk berlemah lembut, sebagaimana yang Dia perintahkan kepada Musa dan Harun A.S ketika Dia mengutus keduanya keada Fir’aun: (فقولا له قولا لينا لعله يتذكر أو يخشى) “maka bicaralah kamu berdua dengan kata-kata yang lemah lembut. Mudah-mudahan dia ingat atau takut.” ( QS. Thaahaa: 44)
              Firman Allah: (إن ربك هو أعلم بمن ضل عن سبيله) “Sesungguhnya Rabbmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya,” dan ayat seterusnya. Maksudnya, Dia menegtahui siapa yang sengsara dan siapa pula yang bahagia. Hal itu telah Dia tetapkan di sisi-Nya dan telah suai pemutusannya. Serulah mereka kepada Allah SWT, janganlah kamu bersedih hati atas kesesatan orang-orang di anatar mereka, sebab hidayah itu bukanlah urusanmu. Tugasmu hanyalah memberi eringatan dan menyampaikan risalah, dan perhitungan-Nya adalah tugas kami.[5]

C.    Implikasi Ayat dengan Metode Pendidikan

Dalam al-Qur'an surat yusuf ayat 108 dan an-Nahl ayat 125 terdapat empat metode pendidikan:
a)      Metode pendidikan dengan dakwah, maksudnya adalah cara jalan dan sunnahnya, yaitu dakwah kepada syahadat bahwa tidak ada Ilah yang haq selain Allah yang Maha Esa tidak ada sekutu bagi-Nya. Dengan jalan itu, dia mengajak kepada Allah berdasarkan bukti, dalil dan keyakinan.
b)      Metode pendidikan dengan melalui bil-hikmah, yakni: pengetahuan yang dalam yang menjelaskan kebenaran serta menghilangkan kesalah-pahaman melalui tutur kata yang tegas dan benar serta mempengaruhi jiwa akal budi yang mulia, dada yang lapang dan hati yang bersih serta mampu bersikap proporsional, mampu membedakan mana yang harus di kerjakan dan mana yang harus ditinggalkan.
c)       Metode pendidikan dengan melalui al-mau'idhotil hasanah, menurut tafsiran para mufasir artinya adalah pendidikan yang baik. Yakni bentuk pendidikan dengan memberikan nasehat dan peringatan baik dan benar, perkataan yang lemah lembut, penuh dengan keikhlasan, menyentuh hati sanubari, menentukan dan menggetarkan jiwa peserta didik untuk terdorong melakukan aktivitas dengan baik.
d)     Metode pendidikan dengan melalui mujaadalah billatii hiya ahsan artinya adalah bantahan yang lebih baik, yakni bantahan dengan memberi manfaat, bersikap lemah lembut perkataan yang baik bersikap tenang dan hati-hati menahan amarah serta lapang dada.
Keterkaitan dengan metode pendidikan, antara lain:
·       Penggunaan metode dalam suatu mata pelajaran bisa lebih dari satu macam. Metode yang variatif dapat membangkitkan motivasi belajar anak didik.
·    Dengan adanya berbagai macam metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam, maka guru dapat menggunakan metode tertentu yang lebih tepat sesuai dengan kondisi kelas, sehingga proses pembelajaran lebih mudah dilakukan.
·     Pendidik dapat lebih menekankan pada segi tujuan afektif dibanding tujuan kognitif dan menjadikan peranan guru agama lebih bersifat mendidik daripada mengajar.
·      Mempermudah pendidik dalam mentransfer pengetahuan agama sekaligus menumbuhkan komitmen pada siswa untuk mengamalkannya serta menghindari kesalah pahaman dalam memahami Islam.



[1] Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam…, hlm. 40
[2] Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Penerbit Gaya Media Pratama, 2005), hlm.143.
[3] Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana 2008), cet. V, hlm. 60.
[4] DR. ‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir, Penerjemah M. ‘Abdul Ghoffar E.M dan Abu Ihsan al-Atsari, Jakarta: PUSTAKA IMAM ASY-SYAFI’I, 2010,  jilid 7, cet. ke-2, hlm. 413-417
[5] Syaikh Abrahman bin Nashir as-Sa’di, Tafsir AL-Qur’an, Jakarta: Darul Haq, 2012, cet. ke-2, vol. 6, hlm. 38-40

Posting Komentar

0 Komentar