KURIKULUM PENDIDIKAN “NILAI-NILAI MULIA” DARI QS. ASY-SYURAA 36-43



A.    Kurikulum Pendidikan
Istilah kurikulum berasal dari bahasa Latin, yaitu curiculum, yang artinya a running course atau race course, especially a chariot race course. Dalam bahasa Prancis, yaitu courier, artinya berlari (to run). Kemudian, istilah tersebut digunakan untuk sejumlah courses atau mata kuliah yang harus ditempuh untuk mencapai suatu gelar atau ijazah.
Istilah kurikulum kemudian berkembang dengan berbagai arti. Secara tradisional, kurikulum diartikan sebagai mata pelajaran yang diajarkan di sekolah. Pengertian kurikulum yang dianggap tradisional ini masih banyak dianut sampai sekarang, termasuk di Indonesia.[1] Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan pendidikan atau pengajaran dan hasil pendidikan atau pengajaran yang harus dicapai oleh anak didik, kegiatan belajar mengajar, pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum itu sendiri.[2]
Setiap kurikulum memiliki beberapa prinsip, Hamdani Ihsan dan Fuad Ihsan[3] mengemukakan, prinsip kurikulum pendidikan Islam adalah sebagai berikut:
1.      Prinsip pertama, yaitu pertautan yang sempurna dengan agama, termasuk ajaran dan nilainya
2.      Prinsip kedua, yaitu prinsip menyeluruh (universal) pada tujuan dan kandungan kurikulum.
3.      Prinsip ketiga, yaitu keseimbangan yang relatif antara tujuan dan kandungan kurikulum.
4.      Prinsip keempat, yaitu berkaitan dengan bakat, minat, kemampuan, dan kebutuhan pelajar.
5.      Prinsip kelima, yaitu pemeliharaan perbedaan individual antara anak didik dalam bakat, minat, kemampuan, kebutuhan, dan masalahnya, dan juga pemeliharaan perbedaan dan kelainan diantara alam sekitar dan masyarakat
6.      Prinsip keenam, yaitu prinsip perkembangan dan perubahan Islam yang menjadi sumber pengambilan falsafah, prinsip, dasar kurikulum.
7.      Prinsip ketujuh, yaitu adanya prinsip pertautan antara mata pelajaran dan aktiva yang terkandung dalam kurikulum
Dengan demikian, kurikulum yang berbasis pada visi dan misi lembaga pendidikan merupakan kurikulum yang mengantarkan anak didik mencapai tujuan lembaga pendidikan yang mewakili pendidikan itu sendiri. Artinya, ilmu pengetahuan yang ditransfer kepada anak didik menjadi bekal hidup di masyarakat, atau memiliki manfaat yang bermakna dalam kehidupan. Agar berfungsi sebagai alat yang efektif untuk mencapai tujuan tersebut, kurikulum harus mengandung tata nilai yang intrinsik dan ekstrinsik dalam merealisasikan tujuan pendidikan.
                        Dalam filsafat pendidikan, hakikat kurikulum adalah pola pembentukan karakter anak didik. Oleh karena itu, kurikulum akan membawa alam pikir anak didik menuju wujud yang baru dan berbeda. Para pendidik akan menyampaikan mata pelajaran sesuai dengan kurikulum yang dianut. Apabila kurikulumnya berbasis kompetensi, anak didik harus dikembangkan kecerdasannya agar memiliki kemampuan bersaing dengan anak didik lainnya. Lembaga pendidikan bersaing satu sama lainnya ketika menerapkan kurikulum dalam proses belajar mengajar. Demikian pula, para pendidik yang menjalani suatu kompetisi dalam pengembangan ilmunya, diharuskan memperoleh sertifikasi sebagai guru atau pendidik yang professional di bidang ilmunya masing-masing.[4]

B.   Tafsir Tahlili-Muqaran Q.S Asy-Syura 36-43 “Nilai-Nilai Mulia”

    “Maka sesuatu yang diberikan kepadamu, itu adalah kenikmatan hidup di dunia; dan yang ada pada sisi Allah lebih baik dan lebih kekal bagi orang-orang yang beriman, dan hanya kepada Tuhan mereka, mereka bertawakkal.” (36) “Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan- perbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi maaf.”(37) “Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.” (38) “Dan ( bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim mereka membela diri.” (39) “Dan Balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, Maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik[1345] Maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (40) “Dan Sesungguhnya orang-orang yang membela diri sesudah teraniaya, tidak ada satu dosapun terhadap mereka.” (41) “Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. mereka itu mendapat azab yang pedih.” (42) “Tetapi orang yang bersabar dan mema'afkan, Sesungguhnya (perbuatan ) yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diutamakan.” (43). (Q.S Asy-Syuraa : 36-43)

a.      Tafsir Al-Azhar
Maka apa jua pun yang dianugerahkan kepada kamu maka itu hanyalah bekal hidup di dunia ini saja. Dan apa yang di sisi Allah itulah yang baik dan lebih kekal, untuk orang-orang yang beriman dan kepada Tuhan mereka, mereka berserah diri” Syukurilah nikmat Allah, jika kita diberi-Nya apa-apa di dunia ini. Banyak atau sedikit nikmat itu, janganlah dipersoalkan, semua nikmat Allah kepada diri kita akan terasa banyaknya apabila kita bandingkan kepada orang yang hanya mendapat sedikit dan dia akan terasa sedikit kalau melihat, menengadah kepada orang yang kita lihat mendapat banyak. Dengan iman dan tawakal berserah diri maka pemberian di dunia yang sedikit itu tidak itu tidak akan membuatmu lupa diri jika ada dan tidak membuat engkau canggung jika dia pergi dari engkau, dan tidak akan membuat engkau bermata ke belakang jika datang saatnya engkau dipanggil Allah.
Dan orang-orang yang menjauhi dosa-dosa yang besar dan yang keji. Dan apabila marah, mereka mengampuni”. Dosa-dosa besar diantaranya ialah mempersekutukan Allah, mendurhakai ibu bapak, naik saksi dusta,  dan sebagainya. Dosa besar juga ialah sombong, dengki, riya, dan hasut fitnah. Kemudian itu kalau marah, suka memberi maaf, tidak pendendam.
Dan orang-orang yang menyambut akan (ajakan) dari Tuhan mereka”. Yaitu mengerjakan segala yang diperintah Allah dan menghentikan segala yang dilarang-Nya. Karena iman saja, barulah pengakuan. Belum ada artinya “percayakah engkau kepada-Ku?”tentu kita jawab “percaya” lalu Allah bertanya lagi “sudah engkau sambut ajakan-ku?” Apa jawab kita? Diantara sekalian ajakan Allah itu, di ayat ini ditegaskan satu hal, yaitu “Dan mereka mendirikan shalat”. Sebab shalat itu ialah tanda pertama dan utama dari iman. Shalat ialah masa berhubungan dengan Allah sekurangnya lima kali sehari semalam. “Dan sebagian dari rezeki yang kami anugerahkan, mereka nafkahkan”, ayat ini dengan tegas menjelaskan bahwa hasil iman seseorang itu bukanlah semata-mata untuk dirinya saja. Iman bukan semata-mata hubungan pribadi orang seorang dengan Allah, tapi di samping dengan Allah, iman pun membawa hubungan pribadi dengan urusan bersama yang langsung.
Dan bagi orang-orang yang ditimpa penganiayaan, mereka pun membalas”, menilik susunan ayat dari atasnya, teranglah bahwa kalau seorang membalas karena dia dianiaya, tidaklah keluar dari garis ketentuan iman, melainkan termasuk dalam rangka iman juga.
Dan balasan atas satu kejahatan adalah kejahatan yang setimpal dengan dia”, disini masuklah ijtihad tentang pentingnya hakim atau pemerintahan. Maka ulama-ulama fiqh atau ulama ilmu kalam dalam Islam, ijma (sependapat) bahwa salah satu sebab maka pemerintahan mesti berdiri ialah karena untuk keseimbangan diantara si lemah dengan di kuat, janganyang lemah teraniaya dan yang kuat menganiaya.
Sesungguhnya Dia tidaklah suka kepada orang-orang yang zalim”, intisari ayat ialah bahwa memberi maaf dan mencari jalan damai dari pihak yang teraniaya adalah karena timbul dari kekuatan jiwanya, bukan karena kelemahannya.
Dan sesungguhnya orang yang membalas sesudah teraniaya maka buat mereka tidak ada jalan buat diapa-apakan”, karena membalaskan penganiayaan itu adalah haknya. “ada jalan hanyalah terhadap orang-orang yang menganiaya manusia dan berlaku sewenang-wenang di bumi dengan tidak menurut hak. Bagi mereka itu adalah adzab yang pedih”, keadilan, kemakmuran, dan keamanan itulah yang dicita-citakan masyarakat yang demikian. Dengan demikian, nyatalah bahwa cita-cita menegakan iman itu bukanlah semata-mata untuk kesucian pribadi, tetapi mempunyai kelanjutan kepada keamanan dan kemakmuran bernegara.
“Dan sesungguhnya orang-orang yang sabar dan memberi ampun, sesungguhnya yang demikian adalah dari sepenting-penting perbuatan”, membalas baik dengan jahat adalah perangai yang serendah-rendahnya, membalas baik dengan baik adalah hal yang patut dibiasakan, tetapi membalas jahat dengan baik adalah cita-cita kemanusiaan yang setinggi-tingginya. Kita harus sanggup membiarkan cita-cita itu tumbuh menjadi kenyataan.[5]
b.      Tafsir Ibnu Katsir
Allah SWT. berfirman, merendahkan kehidupan dunia dan perhiasannya serta keindahan dan kenikmatan fana yang terdapat didalamnya dengan firman-Nya : “Maka sesuatu apa pun yang diberikan kepadamu, itu adalah kenikmatan hidup di dunia.” Yakni apa saja yang kalian raih dan kalian kumpulkan, maka janganlah kalian tertipu  karena itu semua adalah fana. ”dan yang ada pada sisi Allah lebih baik dan lebih kekal” yakni pahala di sisi Allah lebih baik daripada dunia, karena dia kekal selama-lamanya.
Untuk itu Allah Ta’ala berfirman ”Bagi orang-orang yang beriman” yaitu bagi orang-orang yang sabar dalam meninggalkan kelezatan dunia. “dan hanya kepada Rab mereka, mereka bertawakal” Yakni, guna menolong mereka bersikap sabar dalam menunaikan berbagai kewajiban dan meninggalkan berbagai larangan.
Kemudian Allah Ta’ala berfirman “Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji” pembicaraan tentang dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji telah dijelaskan dalam surat Al-A’raaf “Dan apabila mereka marah, mereka memberi maaf”, Yakni tabi’at mereka menyebabkan mereka berlapang dada dan memaafkan manusia, bukan mendendam manusia.
Firman Allah ”Dan bagi orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Rab-Nya”Yakni, mengikuti Rasul-Nya, mentaati perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. “Dan mendirikan shalat” dan shalat merupakan ibadah terbesar kepada Allah. “Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka” Yaitu, mereka tidak menunaikan satu urusan hingga mereka bermusyawarah agar mereka saling dukung-mendukung dengan pendapat mereka, seperti dalam peperangan dan urusan sejenisnya. ”dan mereka menafkahkan sebagian dari rizki yang Kami berikan kepada mereka” Hal itu dilakukan dengan berbuat baik kepada para mahluk Allah, dari mulai kerabat dan orang-orang terdekat setelahnya.
Firman Allah ”Dan (bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zhalim, mereka membela diri” Yakni, sebenarnya mereka memiliki kemampuan membela diri dari orang yang menzhalimi dan sewenang-wenang terhadap mereka, akan tetapi sekalipun mereka mampu, mereka tetap memberikan maaf
Firman Allah Tabaaraka wa Ta’ala “Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa” seperti firman Allah Ta’ala di ayat lain :”Oleh sebab itu barang siapa yang menyerangmu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu” (Q.S Al-Baqarah : 194). Maka, Dia mensyari’atkan keadilan, yaitu qishash serta menganjurkan keutamaan, yaitu memaafkan. Firman Allah Tabaaraka wa Ta’ala “Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zhalim” Yakni, orang-orang yang melampaui batas, yaitu orang yang memulai berbuat kesalahan. Kemudian Allah berfirman “Dan sesungguhnya orang-orang yang membela diri sesudah teraniaya, tidak ada suatu dosa pun atas mereka” Yakni, tidaklah berdosa jika mereka melakukan pembelaan diri dari orang yang menzhalimi mereka.
Allah SWT. berfirman “Sesungguhnya dosa itu” Yakni, kesalahan dan kebinasaan itu, “Atas orang-orang yang berbuat zhalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak” Yaitu, orang yang memulai kezhaliman kepada manusia. “Mereka itu mendapat adzab yang pedih” yakni, keras dan menyakitkan.
Kemudian Allah SWT. setelah mencela tindak kezhaliman dan mensyari’atkan qishash (hukum pembalasan), Dia pun menganjurkan kepada pemberian maaf dan ampun, dengan berfirman “Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan”Yakni, bersabar atas perbuatan yang menyakitkan dan menutupi kesalahan (orang lain). “Sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan” Sa’id bin Jubair berkata : “Yakni, termasuk hal-hal yang haq, yang diperintahkan Allah Ta’ala. Artinya, termasuk perkara-perkara yang tersanjung dan perbuatan-perbuatan yang terpuji, yang mendapatkan pahala besar dan pujian baik. Maka, kembalilah kepada pintu maaf, karena itu merupakan pintu yang luas. Barang siapa yang memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya menjadi tanggungan Allah. Dan orang yang suka memaafkan, dapat tidur diatas kasurnya pada malam hari; sedang orang yang suka membela diri selalu berusaha membolak-balikkan segala perkara”[6]
c.       Tafsir Al-Quran oleh Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di
Ini adalah anjuran Zuhud terhadap dunia dan rangsangan untuk mencintai akhirat dan penjelasan tentang amal-amal yang bisa mengantarkan kepadanya, seraya berfirman, “maka sesuatu apapun yang diberikan kepadamu“ berupa kerajaan, kekuasaan, harta kekayaan, anak-anak, kesehatan, dan keselamatan fisik,  “itu adalah kenikmatan hidup didunia”, suatu kelezatan yang akan punah dan akan terputus,dan yang ada pada sisi Allah”, yaitu pahala yang berlimpah dan balasan yang sangat mulia dan kenikmatan abadi, adalah lebih baik”, dari kelezatan-kelezatan dunia; suatu perbandingan kebaikan yang jauh diantara keduanya, dan lebih kekal”, sebab ia adalah kenikmatan yang tidak ada kesusahannya, tidak ada kekeruhannya, dan tidak ada perpindahan.  Kemudian dia menjelaskan milik siapa pahala itu, seraya berfirman “bagi orang-orang yang beriman, dan hanya kepada Rabb mereka, mereka bertawakal”, maksudnya, mereka memadukan antara iman yang benar yang melahirkan amal-amal iman yang nampak dan yang tidak nampak, dengan tawakal (sikap berserah diri) yang merupakan alat bagi setiap amal.
dan (juga bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji". perbuatan keji adalah dosa-dosa yang sangat besar yang di dalam jiwa terdapat nafsu dorongan untuk melakukannya, sedangkan dosa-dosa besar adalah yang tidak seperti itu. Dan (juga bagi orang-orang yang) apabila mereka marah, mereka memberi maaf”. Maksudnya, mereka telah berakhlak mulia  dan berbudi luhur, sehingga sifat lembut telah menjadi karakter mereka. Mereka tidak membalas orang yang berbuat buruk kecuali dengan ihsan (sikap baik), memaafkan, dan berlapang dada.
dan orang-orang yang menerima seruan Rabbnya”, maksudnya, mereka tunduk untuk menaatiNya, memenuhi seruanNya dan tujuan mereka pun adalah keridhaanNya dan tujuan akhir mereka adalah meraih kedekatan denganNya. Termasuk memenuhi seruan Allah adalah menegakkan shalat dan menunaikan zakat. Maka dari itu Allah menyambung keduanya dengan yang sebelumnya sebagai ‘athful-am ‘alal-khas (pengikutan yang umum kepada yang khusus) yang menunjukkan kemuliaan dan keutamaan yang khusus itu, seraya berfirman “dan mendirikan shalat” yang lahir dan yang batinnya, yang fardhu dan yang sunnahnya, dan mereka menginfakkan sebagian dari rizki yang kami berikan kepada mereka”, infak yang wajib seperti zakat, infak terhadap kerabat dekan dan yang semisal mereka, dan infak yang sunnah seperti bersedekah kepada masyarakat awam. sedang urusan mereka”, yang bersifat religi dan yang bersifat duniawi “adalah musyawarah anatara mereka”, maksudnya, tidak seorangpun dari mereka yang bersikap otoriter dengan pendapatnya dalam suatu urusan bersama di antara mereka.
dan orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zhalim”, maksudnya, kezhaliman yang sampai kepada mereka dari musuh, “mereka membela diri”, karena kekuatan dan keperkasaan (harga diri) mereka. Mereka tidak menjadi manusia yang hina dan lemah untuk membela diri.
Ringkasannya, Allah menyifati mereka dengan iman, tawakal kepada Allah, menjauhi perbuatan-perbuatan keji dan dosa-dosa besar yang dengannya dosa-dosa kecil dihapuskan, kepatuhan yang sempurna dan memenuhi seruan Tuhan mereka, menegakkan shalat, berinfak di jalan-jalan kebajikan, bermusyawah dalam urusan-urusan mereka, kekuatan dan membela diri terhadap musuh. Inilah karakter-karakter kesempurnaan.
Allah menjelaskan pada ayat ini tingkatan-tingkatan hukuman, yaitu ada 3 tingkatan: keadilan, keutamaan, dan kezhaliman. Tingkatan adil adalah membahas kejahatan dengan kejahatan serupa, tidak lebih dan tidak kurang. Maka nyawa dibalas dengan nyawa, setiap anggota tubuh dengan anggota yang sama, dan harta dibalas dengan ganti rugi harta yang semisal.
Tingkatan keutamaan, adalah memaafkan dan berdamai dengan yang berbuat kesalahan. Maka dari itu Allah berfirman, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas tanggungan Allah”. Allah akan memberinya balasan upah yang sangat besar dan pahala yang sangat banyak.
Dan tingkatan kezhaliman telah dijelaskan oleh Allah dengan firmannya, “sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zhalim, “yaitu orang-orang yang terlebih dahulu melakukan kejahatan terhadap orang lain, atau membalas pelaku kejahatan dengan balasan yang melebihi kejahatannya.
dan sesungguhnya orang-orang yang membela diri”, dari sesudah teraniaya”, maksudnya, membela diri dari orang yang menganiayanya setelah kezhaliman menimpanya, tidak sah ada suatu dosa pun atas mereka”. Artinya tidak ada dosa atas mereka dalam melakukan pembelaan itu. firmanNya dan orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zhalim”, dan FirmanNya dan sesungguhnya orang-orang yang membela diri sesudah teraniaya”, menunjukkan bahwa perbuatan penganiayaan dan kezhaliman sudah ada dan telah terjadi.
sesungguhnya jalan itu”, artinya, sesungguhnya hujjah berupa hukuman syar’i itu ditunjukkan “atas orang-orang yang berbuat zhalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak.”. ini meliputi semua bentuk kezhaliman dan penganiayaan terhadap orang lain, terhadap darah (jiwa) mereka, harta atau kehormatan mereka. mereka itu mendapat azab yang pedih”, artinya, yang menyakitkan jiwa daan badan sesuai dengan kezhaliman dan penganiayaannya.
(uŽy9|¹  `yJs9ur( tetapi orang yang bersabar” dalam menghadapi apa yang dia rasakan dari gangguan orang lain,dan memaafkan” mereka dengan memaafkan perbuatan yang mereka lakukan terhadapnya, sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan”, artinya, termasuk perkara-perkara yang dianjurkan dan ditekankan oleh Allah dan Allah mengabarkan bahwa ia tidak akan dilakukan kecuali oleh orang-orang yang penyabar yang memperoleh keutamaan yang sangat besar, dan ia termasuk perkara yang tidak bisa dilakukan kecuali oleh orang-orang yang memiliki tekad dan kemauan keras dan orang-orang yang memiliki pikiran dan nurani.[7]

C.    Kurikulum Pendidikan dalam Q.S Asy-Syura 36-43 “Nilai-Nilai Mulia”
Keterkaitannya ialah bahwa hakikat kurikulum pola pembentukan karakter peserta didik, jadi peserta didik ditanamkan nilai-nilai mulia. Nilai adalah harapan tentang sesuatu yang berguna dan bermanfaat bagi manusia dan diugemi sebagai acuan tingkah laku. Adapun nilai-nilai pendidikan Islam adalah sifat-sifat atau hal-hal (yang berguna dan bermanfaat bagi manusia dan diugemi sebagai acuan tingkah laku) yang melekat pada pendidikan Islam yang digunakan sebagai dasar manusia untuk mencapai tujuan hidupnya yaitu mengabdi pada Allah SWT. supaya bahagia di dunia dan akhirat.
Nilai-nilai pendidikan Islam sesungguhnya terkait erat dengan nilai-nilai yang ada dalam Islam itu sendiri. Dimana nilai-nilai yang ada dalam Islam itu berusaha ditransformasikan kepada Umat Islam melalui pendidikan Islam. Nilai-nilai Islam yang ditransformasikan melalui pendidikan Islam ini kemudian terlembagakan menjadi nilai-nilai pendidikan Islam.[8]
Didalam kandungan Q.S Asy-Syura ayat 36-43 yaitu bahwa peserta didik harus ditanamkan nilai-nilai :
a.       Iman
b.      Tawakal
c.       Pemaaf
d.      Berakhlak mulia dan berbudi luhur
e.       Senantiasa menjauhi dosa-dosa besar
f.       Mendirikan shalat
g.      Bermusyawarah
h.      berinfak di jalan-jalan kebajikan
i.        kekuatan dan membela diri terhadap musuh
Iman dan tawakal, keduanya merupakan kunci Tasyakur Ni’mah pada Allah SWT. atas karunia dan nikmat-Nya begitu banyak. Lalu selanjutnya peserta didik diharapkan dapat memiliki sikap pemaaf apabila salah satu temannya berbuat salah kepadanya, karena orang yang pemaaf lebih mulia dari pada orang yang pendendam dan pemarah.
Selanjutnya peserta didik dibekali banyak tentang iman, maka selanjutnya peserta didik diharapkan mampu mengaktualisasikan bentuk iman tersebut, yaitu dengan Shalat. Karena shalat merupakan bentuk ibadah utama kepada Allah SWT. Dan bahwa hasil iman juga bukan hanya untuk diri sendiri, Iman bukan semata-mata hubungan pribadi orang seorang dengan Allah, tapi di samping dengan Allah, iman pun membawa hubungan pribadi dengan urusan bersama yang langsung.
Ringkasannya, Allah menyifati mereka dengan iman, tawakal kepada Allah, menjauhi perbuatan-perbuatan keji dan dosa-dosa besar yang dengannya dosa-dosa kecil dihapuskan, kepatuhan yang sempurna dan memenuhi seruan Tuhan mereka, menegakkan shalat, berinfak di jalan-jalan kebajikan, bermusyawah dalam urusan-urusan mereka, kekuatan dan membela diri terhadap musuh. Inilah karakter-karakter kesempurnaan.



[1] Hamdani Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2004) hlm.131
[2] Asep Saefudin,Kurikulum Berbasis Kompetensi PAI, (Bandung: STAIPI,2003), hlm.168
[3] Ibid,. Hlm.134-135
[4] Drs. Anas Salahuddin, M. Pd., Filsafat Pendidikan, (Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 2011),  hlm. 167-170
[5] Prof. Dr. Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Depok: Gema Insani, 2015) cet.I jilid 8 hlm.209-212
[6] Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, (Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2010) cet.II jilid 8 Hlm. 297-302
[7] Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di, Tafsir Al-Quran,( Jakarta: Darul Haq,2015) jilid 6 cet.IV
[8] Prof. Dr. Hj. Siti Muri’ah, Nilai-Nilai Pendidikan Islam dan Wanita Karir, (Semarang: Rasail Media Group, 2011), cet.I hlm. 10-11

Posting Komentar

0 Komentar