Tiga Karakter Kaum Muslimin Menurut Al-Qur'an Surat Fathir Ayat 31-32



Sebelum masuk pada pembahasan 3 karakter kaum muslimin, baiknya kita membahas terlebih dahulu sumber yang menjadikan muslim itu terbagi menjadi 3 karakter yang berbeda. Muslim dibagi menjadi 3 karakter bukan semata-mata hanya penilaian manusia saja, tetapi Allah SWT sendiri yang membagi karakter tersebut, seperti dalam Q.S. Fathir ayat 31-32. 
Penulis menggunakan metode tafsir tahlili muqaran pada Q.S. Fathir ayat 31-32, yaitu menjelaskan kandungan ayat serta membandingkan dengan berbagai tafsir dari kitab yang berbeda dan mengambil kesimpulan dari tafsir-tafsir yang sudah ada.

A.    Tafsir QS. Fathir ayat 31-32
Ayat 31
وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ هُوَ الْحَقُّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ بِعِبَادِهِ لَخَبِيرٌ بَصِيرٌ
Dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu yaitu Al Kitab (Al Quran) itulah yang benar, dengan membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Mengetahui lagi Maha Melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya.
Ayat 32
ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا ۖ فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ وَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيرُ
Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.


Asbabun Nuzul Qur'an Surat Fathir ayat 31-32
Ayat ini tidak mempunyai asbabun nuzul. Ayat 32 Q.S. Fathir ini menguraikan tentang wahyu yang disampaikan Allah swt kepada Rasulullah saw. Kini di uraikan tentang mereka-mereka yang diwariskan kepadanya pesan kitab suci ini. Ayat ini mempunyai tema yang sangat bagus, yaitu tentang 3 kelompok atau tiga tingkatan orang yang bertaqwa. Dimana dua dari ketiga macam orang tersebut masuk surga, dan yang satu masuk neraka.

Berikut perbandingan tafsir dari beberapa kitab:

1)      Tafsir Ibnu Katsir
Ayat 31
            Allah Ta’ala berfirman: (وَالَّذِى اوحَينَآ اِلَيكَ) “Dan apa yang telah kami wahyukan kepadamu.” Hai Muhammad (Rasulullah), (مِنَ الكِتب)  “Yaitu al-Kitab,” maksudnya alquran (هُوَ الحَقُّ مُصدّقا لّما بينَ يديهِ)  “Itulah yang benar, yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya,” yaitu kitab-kitab terdahulu yang dibenarkannya bahwa dia diturunkan dari Allah, Rabb semesta alam.
(انَّ اللّهَ بِعبادهِ، لخبيرٌبَصِيرٌ) “Sesungguhnya Allah benar-benar Mahamengetahui lagi Mahamelihat (keadaan) hamba-hamba-Nya,” yaitu dia Mahamengetahui tentang mereka, lagi Mahamelihat siapa yang berhak diberikan keutamaan-Nya. Untuk itu, Dia melebihkan para Nabi dan Rasul di atas seluruh manusia serta melebihkan sebagian para Nabi atas Nabi lainnya, mengangkat sebagian derajat mereka serta menjadikan kedudukan Muhammad Saw. diatas seluruh para Nabi.
Ayat 32
            Allah Ta’ala berfirman: “Kemudian Kami menjadikan orang-orang yang menegakkan Kitab yang agung, yang membenarkan Kitab-Kitab para Rasul yang telah Kami pilih di antara hamba-hamba Kami.” Mereka itu adalah ummat ini. Kemudian, Dia membagi mereka menjadi tiga golongan yaitu:
            (Pertama:) (فَمنهم ظَا لمٌ لنفْسِهِ) “Lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri, yaitu orang yang tidak perhatian dalam melaksanakan sebagian kewajiban, serta bergelimang dengan sebagian yang diharamkan.
            Demikian pula yang disebut menganiaya diri sendiri adalah ‘mereka yang mencampuradukan perbuatan amal shalih dengan keburukan.’
            (Kedua:)  (وَمنهُم مُقتصِدٌ) “Dan di antara mereka ada yang pertengahan”, yaitu orang yang menunaikan kewajiban dan meninggalkan yang haram, walaupun terkadang meninggalkan sebagian yang dianjurkan dan melaksanakan sesuatu yang dimakruhkan.
            (Ketiga:) (وَمِنهُم سَابِقٌ بِا لخيْرت بِاِذنِاللّه) “Dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah”, yaitu orang yang melakukan kewajiban dan hal-hal yang dianjurkan, serta meninggalkan hal yang diharamkan, yang dimakruhkan dan sebagian hal yang mubah.[1]

2)      Tafsir Al-Misbah
Ayat 31
            Ayat di atas memulai firman Allah ini dengan kata (الّذى)/yang. Penggunaan kata itu untuk menunjukkan kesempurnaan al-haq yang menyertainya. Yakni, sifat-sifat wahyu Allah yang terkumpul dalam kitab suci alquran adalah sesuatu yang telah mencapai kesempurnaan pada setiap kandungan wahyu itu.
            Namun demikian, catatan Thabathaba’i perlu digarisbawahi, yaitu bahwa kata al-haq berfungsi sebagai ta’kid, yakni penguat bukan berfungsi pembatasan. Yakni, kita tidak dapat berkata bahwa semua kebenaran hanya dicakup oleh alquran karena ada juga kebenaran yang diuraikan dalam kitab-kitab suci yang lain, bahkan ada kebenaran yang dikemukakan oleh manusia dalam perkembangan pemikiran mereka.
            Firman-Nya: (انَّ اللّهَ بِعبادهِ، لخبيرٌبَصِيرٌ)/sesungguhnya Allah terhadap hamba-hamba-Nya benar-benar Maha Mengetahui lagi Maha Melihat, mengisyaratkan perbedaan peringkat dan perhatian hamba-hamba Allah menyangkut kitab suci. Ada yang tekun mempelajari dan mengamalkannya, ada juga yang setengah-setengah, dan ada juga yang mengabaikannya. Semua diketahui oleh Allah Swt. dan atas dasarnya Dia memberi balasan dan ganjaran.
Ayat 32
            Ayat di atas menyatakan: Kemudian, setelah Kami wahyukan kepadamu wahai Nabi Muhammad pesan-pesan kami yang terkumpul dalam satu kitab, Kemudian Kami wariskan kitab itu kepada orang-orang yang telah Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya dirinya sendiri karena kurang atau tidak memberi perhatian yang cukup terhadap pesan kitab suci itu dan di antara mereka ada yang pertengahan, yakni bersikap moderat, walau tidak mengabaikannya sama sekali, tidak juga berada pada puncak yang diharapkan, dan di antara mereka ada pula yang berlomba lalu bersegera mendahului orang lain dalam berbuat kebajikan. Itu terlaksana dengan izin Allah. Itulah dia, bukan selainnya yakni kesegeraan melakukan kebaikan atau pewarisan kitab suci, merupakan karunia yang amat besar.[2]

3)      Tafsir Al-Azhar
Ayat 31
“Dan apa yang telah Kami wahyukan kepada engkau dari al-Kitab, itulah yang benar.” (pangkal ayat 31)
            Al-Kitab yang dimaksud disini islah Al-Qur’an. Dia adalah benar-benar wahyu Allah SWT dengan perantara malaikat Jibril, “Mengakui apa yang sebelumnya.” Yaitu mengakui pula akan isi kitab-kitab yang diwahyukan pula kepada nabi-nabi yang sebelum Nabi Muhammad saw. yang terkemuka sekali ialah Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa dan Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa. Isi utama dari kedua kitab yang terdahulu sebelum Al-Qur’an itu ialah wahyu yang menyatakan bahwa Allah adalah Maha Esa, tidak bersekutu dengan yang lain. Kedatangan Rasul ialah mengajar tauhid, melarang menyembah dan memuja kepada yang selain Allah.
“Sesungguhnya Allah terhadap hamba-hamba-Nya adalah Maha Mengetahui, lagi Maha Melihat.” (ujung ayat 31)
            Arti yang terkandung di ujung ayat ini adalah mencakup turunnya syari’at. Bahwasanya pokok hukum yang asal adalah tetap, tetapi syari’at dapat berubah-ubah. Pokok hukum yang asal ialah iman. Tetapi cara pelaksanaan syari’at dapat berubah-ubah, misalnya cara perkawinan, cara shalat, dan cara membayar zakat. Perubahan syari’at terjadi karena Allah Maha Mengetahui keadaan perubahan hidup manusia, perubahan zaman dan tempat, dan Allah pun Maha Melihat segi-segi kesanggupan dan kelemahan hamba-Nya.
Ayat 32
“Kemudian itu Kami wariskan al-kitab itu kepada orang yang telah Kami pilih di antara hamba-hamba Kami.” (pangkal ayat 32)
            Yang dimaksud dengan hamba-hamba Allah SWT yang telah Dia pilih itu ialah umat Muhammad saw., sejak kitab diturunkan sampai kepada akhir zaman. Lantaran itu maka umat Muhammad saw. kadang-kadang disebut Umatur-Risalah, yaitu umat yang telah memikul risalah. Setelah Rasulullah saw. wafat, lebih teranglah pewarisan itu. Tentu saja yang diwariskan itu ialah artinya, pemahamannya, isi kandungannya, ilmu-ilmunya, hukum-hukumnya, dan pokok ajaran aqidahnya.
            Boleh juga diartikan, bahwa meskipun waktu Rasulullah saw. masih hidup telah dijelaskan bahwa kitab ini akan terus menerus diwariskan dan tetap akan dipegang teguh digenggam erat, turun-temurun. Tiga macamlah rupanya aliran penerima-penerima waris al-kitab itu: pertama, yang aniaya/zalim kepada dirinya sendiri, kedua yang bersikap cermat atau hati-hati dan ketiga yang mendahului berbuat kebajikan.
“Itulah dia karunia yang amat besar.” (ujung ayat 32)
            Yaitu bahwa orang yang merasa dirinya sudah berlaku zalim dibuka Allah SWT baginya pintu buat memohon ampun. Orang yang cermat dibuka oleh Allah SWT baginya kesempatan buat mempertinggi mutu amalnya dan orang yang dahulu sekali tampil ke muka dengan tidak merasa ragu lagi, sampai kadang-kadang mencapai syahid di medan juang, akan dimasukkan Allah SWT dengan serba kemuliaan ke dalam surga. Demikian juga yang zalim dan yang cermat itu. Memang itulah karunia yang amat besar dari Allah SWT kepada umat terpilih.[3]

4)      Tafsir as-Sa’di
Ayat 31
            Allah SWT mengingatkan bahwa sesungguhnya al-Kitab yang telah diwahyukanNya kepada RasulNya “itulah yang benar,” karena banyaknya kebenaran (al-haq) yang terkandung di dalamnya, sehingga seakan-akan kebenaran hanya terbatas pada yang ada di dalamnya saja. Maka hendaknya jangan sampai ada keberatan di dalam hati kalian terhadapnya dan jangan pula kalian merasa bosan kepadanya atau meremehkannya.
Kalau al-Kitab ini adalah yang haq (benar), maka sudah pasti setiap apa yang dijelaskannya, seperti permasalahan-permasalahan ketuhanan dan hal-hal yang ghaib serta lain-lainnya sesuai dengan apa yang terjadi dalam realita. Maka tidak boleh diartikan dengan makna yang bertentangan dengan makna lahirnya dengan makna yang dikandungnya.
            Dengan membenarkan apa-apa yang sebelumnya,” yaitu berupa kitab-kitab dan para rasul, sebab kitab-kitab dan para rasul itu telah menginformasikannya. Maka setelah al-kitab (al-Qur’an) ini ada dan muncul dan dengannya terbukti kebenaran adanya kitab-kitab terdahulu itu, di mana kitab-kitab tersebut telah mengabarkan tentangnya dan menginformasikannya, dan al-Kitab ini pun membenarkannya, maka dari itu, tidak mungkin seseorang beriman kepada kitab-kitab terdahulu sementara ia kafir kepada al-Qur’an. Sebab, diantara sejumlah khabar (informasi) kitab-kitab tersebut adalah informasi tentang al-Qur’an, dan juga karena khabar-khabarnya sesuai dengan khabar-khabar al-Qur’an
            “Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Mengetahui lagi Maha Melihat hamba-hambaNya,” maka dari itu Dia memberikan kepada setiap umat dan setiap orang apa yang sesuai (layak) dengan keadaannya, termasuk di antaranya adalah bahwa syari’at-syari’at yang telah lalu tidak sesuai kecuali pada masa dan waktunya saat itu. Maka dari itu, Allah SWT terus mengutus para RasulNya secara silih berganti hingga akhirnya Allah menutupnya dengan Nabi Muhammad saw. Maka dari itu beliau datang dengan membawa syari’at yang selalu sesuai dengan kemaslahatan manusia hingga Hari Kiamat kelak dan memberikan jaminan dengan apa yang lebih baik pada setiap saat. Maka dari itu, setelah umat ini menjadi umat yang paling sempurna (matang) akal pikirannya, paling lembut hatinya, dan paling bersih jiwanya, maka Allah memilih mereka dan memilih Agama Islam sebagai agama mereka dan mewariskan al-Kitab yang mewakili seluruh kitab-kitab suci sebelumnya.
Ayat 32
            “Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih diantara hamba-hamba Kami.” Mereka yang terpilih tersebut adalah umat ini.
Lalu diantara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri,” dengan perbuatan-perbuatan maksiat selain kekafiran, “dan di antara mereka ada yang pertengahan,” hanya melakukan hal-hal yang diwajibkan kepadanya dan meninggalkan yang diharamkan, “dan diantara mereka ada pula yang lebih dahulu berbuat kebaikan.” Maksudnya, segera melakukannya dan bersungguh-sungguh hingga mengalahkan orang yang lain. Dia adalah orang yang selalu menunakkan apa-apa yang fardhu dan banyak mengerjakan amalan-amalan sunnah, meninggalkan yang haram dan yang makruh.
Mereka semua dipilih oleh Allah SWT untuk mewarisi kitab al-Quran ini. Yang dimaksud warisan al-Kitab adalah warisan ilmu, amal dan mempelajari lafazh-lafazhnya, serta mengambil makna-maknanya.
            Sedang firman Allah SWT “dengan izin Allah.” Kalimat ini merujuk kepada “yang lebih dahulu berbuat kebaikan” agar ia tidak tertipu dengan amal kebajikannya. Sebab, ia tidak akan bergegas melakukan kebaikan-kebaikan kecuali karena taufik dari Allah SWT dan pertolonganNya.
Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar” Maksudnya, warisan al-Kitab yang sangat mulia bagi orng yang dipilih oleh Allah SWT di antara hamba-hambaNya itulah karunia yang sangat besar. Karena, nikmat yang paling besar secara keseluruhan dan karunia yang paling agung adalah warisan kitab suci al-Qur’an ini.[4]


B.     Tiga Karakter Kaum Muslimin
Dalam surat ini juga dijelaskan tentang tingkat-tingkatan orang-orang yang beriman yang mengamalkan Al-Qur'an yaitu ada yang menganianya diri sendiri, ada yang pertengahan dan ada juga yang terlebih dahulu berbuat kebaikan. Dan dibawah ini adalah penjelasannya :
§  Dzalimun linafsih yaitu orang yang menzalimi diri sendiri atau menganiaya diri sendiri. Maksudnya adalah orang yang mengerjakan sebagian perbuatan yang wajib (menurut hukum agama) juga tidak meninggakan perbuatan-perbuatan yang dilarang atau diharamkan oleh Allah swt. Golongan di akhirat orang yang semacam ini akan dihisab dengan hisab yang berat dan dimasukkan kedalam neraka.
§  Muqtashid yaitu golongan pertengahan atau orang-orang yang melaksanakan segala kewajiban-kewajiban agama-Nya, dan meninggalkan apa-apa saja yang telah dilarang oleh Allah swt, tetapi kadang-kadang ia tidak mengerjakan perbuatan-perbuatan yang dipandang sunah atau masih mengerjakan sebagian kegiatan yang hukumnya makruh. Orang yang termasuk dalam golongan ini InsyaAllah besok di akhirat akan dihisab dengan hisab yang ringan.
§  Sabiqun bil khairat artinya lebih dahulu megerjakan kebaikan, yaitu orang-orang yang selalu mengerjakan amalan yang hukumnya wajib dan sunah, dan juga meninggalkan semua yang dilarang oleh Allah swt dan juga meninggalkan segala yang makruh dan sebagian hal-hal yang mubah untuk dikerjakan. Orang yang termasuk dalam golongan ini di akhirat InsyaAllah akan mendapatkan balasan yang baik yaitu surga.


Jadi, kita termasuk pada karakter yang mana? semoga kita termasuk muslim yang baik, ta'at dan selamat. Amiin Yaa Robbal'aalamiin.


[1] DR. ‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir, Penerjemah M. ‘Abdul Ghoffar E.M dan Abu Ihsan al-Atsari, Jakarta: PUSTAKA IMAM ASY-SYAFI’I, 2010,  jilid 7, cet. ke-2, hlm. 413-417
[2] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jakarta: Lentera Hati, 2002, vol. 11, hlm. 67-73
[3] Prof. Dr. Hamka, Tafsir Al-Azhar, Depok: Gema Insani, 2015, jilid 7, hlm. 376-381
[4] Syaikh Abrahman bin Nashir as-Sa’di, Tafsir AL-Qur’an, Jakarta: Darul Haq, 2012, cet. ke-2, vol. 6, hlm. 38-40

Posting Komentar

0 Komentar