Hadits Tarbawi - Takhrij Hadits - Keutamaan Orang Berilmu dan Mengamalkannya - Metode Pembelajaran Simulasi - Hadis - Delvin's World


HADITS TARBAWI
Keutamaan Orang Berilmu dan Mengamalkannya




Metode Pembelajaran Simulasi
Oleh: Salsabila Mustaqimah[1]
A.    Hadits Utama
Hadits Bukhari No. 77[2]
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ قَالَ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ أُسَامَةَ عَنْ بُرَيْدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِي مُوسَى
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَثَلُ مَا بَعَثَنِي اللَّهُ بِهِ مِنْ الْهُدَى وَالْعِلْمِ كَمَثَلِ الْغَيْثِ الْكَثِيرِ أَصَابَ أَرْضًا فَكَانَ مِنْهَا نَقِيَّةٌ قَبِلَتْ الْمَاءَ فَأَنْبَتَتْ الْكَلَأَ وَالْعُشْبَ الْكَثِيرَ وَكَانَتْ مِنْهَا أَجَادِبُ أَمْسَكَتْ الْمَاءَ فَنَفَعَ اللَّهُ بِهَا النَّاسَ فَشَرِبُوا وَسَقَوْا وَزَرَعُوا وَأَصَابَتْ مِنْهَا طَائِفَةً أُخْرَى إِنَّمَا هِيَ قِيعَانٌ لَا تُمْسِكُ مَاءً وَلَا تُنْبِتُ كَلَأً فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقُهَ فِي دِينِ اللَّهِ وَنَفَعَهُ مَا بَعَثَنِي اللَّهُ بِهِ فَعَلِمَ وَعَلَّمَ وَمَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى اللَّهِ الَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ
قَالَ أَبُو عَبْد اللَّهِ قَالَ إِسْحَاقُ وَكَانَ مِنْهَا طَائِفَةٌ قَيَّلَتْ الْمَاءَ قَاعٌ يَعْلُوهُ الْمَاءُ وَالصَّفْصَفُ الْمُسْتَوِي مِنْ الْأَرْضِ                                                                                                                                                                                                                                                                                                                             
Terjemah:
(BUKHARI - 77) : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al 'Ala` berkata, telah menceritakan kepada kami Hammad bin Usamah dari Buraid bin Abdullah dari Abu Burdah dari Abu Musa dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang Allah mengutusku dengan membawanya adalah seperti hujan yang lebat yang turun mengenai tanah. Diantara tanah itu ada jenis yang dapat menyerap air sehingga dapat menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan rerumputan yang banyak. Dan di antaranya ada tanah yang keras lalu menahan air (tergenang) sehingga dapat diminum oleh manusia, memberi minum hewan ternak dan untuk menyiram tanaman. Dan yang lain ada permukaan tanah yang berbentuk lembah yang tidak dapat menahan air dan juga tidak dapat menumbuhkan tanaman. perumpamaan itu adalah seperti orang yang faham agama Allah dan dapat memanfa'atkan apa yang aku diutus dengannya, dia mempelajarinya dan mengajarkannya, dan juga perumpamaan orang yang tidak dapat mengangkat derajat dan tidak menerima hidayah Allah dengan apa yang aku diutus dengannya". Berkata Abu Abdullah; Ishaq berkata: "Dan diantara jenis tanah itu ada yang berbentuk lembah yang dapat menampung air hingga penuh dan diantaranya ada padang sahara yang datar".

B.     Hadits Penguat

1.      PENGUAT : HADIST MUSLIM NO – 4232

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَأَبُو عَامِرٍ الْأَشْعَرِيُّ وَمُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ وَاللَّفْظُ لِأَبِي عَامِرٍ قَالُوا حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ عَنْ بُرَيْدٍ عَنْ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِي مُوسَى عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ مَثَلَ مَا بَعَثَنِيَ اللَّهُ بِهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ الْهُدَى وَالْعِلْمِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَصَابَ أَرْضًا فَكَانَتْ مِنْهَا طَائِفَةٌ طَيِّبَةٌ قَبِلَتْ الْمَاءَ فَأَنْبَتَتْ الْكَلَأَ وَالْعُشْبَ الْكَثِيرَ وَكَانَ مِنْهَا أَجَادِبُ أَمْسَكَتْ الْمَاءَ فَنَفَعَ اللَّهُ بِهَا النَّاسَ فَشَرِبُوا مِنْهَا وَسَقَوْا وَرَعَوْا وَأَصَابَ طَائِفَةً مِنْهَا أُخْرَى إِنَّمَا هِيَ قِيعَانٌ لَا تُمْسِكُ مَاءً وَلَا تُنْبِتُ كَلَأً فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقُهَ فِي دِينِ اللَّهِ وَنَفَعَهُ بِمَا بَعَثَنِيَ اللَّهُ بِهِ فَعَلِمَ وَعَلَّمَ وَمَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى اللَّهِ الَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ
Terjemah:
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah dan Abu 'Amir Al Asy'ari serta Muhammad bin Al 'Allaa lafazh ini milik Abu Amir mereka berkata; Telah menceritakan kepada kami Abu Usamah dari Buraid dari Abu Burdah dari Abu Musa dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: "Perumpamaan agama yang aku diutus Allah 'azza wajalla dengannya, yaitu berupa petunjuk dan ilmu ialah bagaikan hujan yang jatuh ke bumi. Diantaranya ada yang jatuh ke tanah subur yang dapat menyerap air, maka tumbuhlah padang rumput yang subur. Diantaranya pula ada yang jatuh ke tanah keras sehingga air tergenang karenanya. Lalu air itu dimanfaatkan orang banyak untuk minum, menyiram kebun dan beternak. Dan ada pula yang jatuh ke tanah tandus, tidak menggenangkan air dan tidak pula menumbuhkan tumbuh-tumbuhan. Seperti itulah perumpamaan orang yang mempelajari agama Allah dan mengambil manfaat dari padanya, belajar dan mengajarkan, dan perumpamaan orang yang tidak mau tahu dan tidak menerima petunjuk Allah yang aku di utus dengannya."

2.      PENGUAT : HADIST AHMAD NO – 18752

وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ مَثَلَ مَا بَعَثَنِي اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ بِهِ مِنْ الْهُدَى وَالْعِلْمِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَصَابَ الْأَرْضَ فَكَانَتْ مِنْهُ طَائِفَةٌ قَبِلَتْ فَأَنْبَتَتْ الْكَلَأَ وَالْعُشْبَ الْكَثِيرَ وَكَانَتْ مِنْهَا أَجَادِبُ أَمْسَكَتْ الْمَاءَ فَنَفَعَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ بِهَا نَاسًا فَشَرِبُوا فَرَعَوْا وَسَقَوْا وَزَرَعُوا وَأَسْقَوْا وَأَصَابَتْ طَائِفَةً مِنْهَا أُخْرَى إِنَّمَا هِيَ قِيعَانٌ لَا تُمْسِكُ مَاءً وَلَا تُنْبِتُ كَلَأً فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقُهَ فِي دِينِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَنَفَعَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ بِمَا بَعَثَنِي بِهِ وَنَفَعَ بِهِ فَعَلِمَ وَعَلَّمَ وَمَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ الَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ
Terjemah:            
Masih melalui jalur periwayatan yang sama seperti hadits sebelumnya dari Abu Musa; Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya perumpamaan petunjuk dan ilmu yang Allah 'azza wajalla mengutusku dengannya (berkaitan dengan orang yang menerimanya) seperti hujan yang menyirami tanah. Diantara tanah itu ada yang menyerap air lalu menumbuhkan rumput yang banyak. Dan diantaranya lagi ada yang gersang dan hanya menampung air, maka Allah 'azza wajalla mendatangkan manfaat darinya sehingga manusia dapat meminum, mangairi ladang, bertani serta memberi minum. Dan ada yang berupa tanah lapang yang tidak dapat menampung air dan tidak pula menumbuhkan rerumputan. Itulah perumpamaan orang yang memahami agama Allah 'azza wajalla, Allah menjadikannya bermanfaat dengan apa yang diutus dengannya, dan ia pun memberi manfaat. Maka ia mengetahui dan mengajarkannya kepada orang lain. Dan juga perumpamaan bagi orang tidak mau mengangkat kepalanya (untuk memahami) dan menerima petunjuk Allah 'azza wajalla yang aku diutus dengannya."                   

Sumber:
·         Sumber : Bukhari
Kitab : Ilmu
Bab : Keutamaan orang yang berilmu dan mengajarkannya
No. Hadist : 77
·         Sumber : Muslim
Kitab : Keutamaan
Bab : Perumpamaan apa yang Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam diutus dengannya seperti,
No. Hadist : 4232
·         Sumber: Ahmad
Kitab   : Musnad penduduk Kufah
Bab : Hadits Abu Musa Al Asy'ari Radliyallahu ta'ala 'anhu
No. Hadist : 18752


C.    Kosakata (Mufradat)

Bahasa Arab
Terjemah/Makna
مَثَلُ (matsalu)
Sebuah sifat yang menakjubkan (sehingga menjadi perumpaman), bukan matsalu yang berarti pepatah.
اَلْهُدَى (al-hudâ)
Petunjuk yang akan mengantarkan kita kepada tujuan.
اَلْعِلْمُ (al-‘ilmu)
Mengetahui dalil-dalil syar’i.
اَلْغَيْثُ (al-ghaits)
Hujan yang hanya mendatangkan kebaikan.
نَقِيَّةً (naqiyyatan)
Tanah subur. Kata نَقِيَّةً diambil dari kata اَلنَّقَاءُ (an-naqaa-u), dan lafazh ini merupakan sifat bagi maushuf (benda yang disifati) yang tidak disebutkan.
قَبِلَتْ (qabilat)
Menyerap. Lafazh ini berasal dari kata اَلْقَبُوْلُ (menerima).
اَلْكَلَأُ (al-kala-u)
Tumbuh-tumbuhan. Ditulis dengan huruf hamzah tanpa dipanjangkan bacaannya.
وَالْعُشْبَ (wal ‘usyba)
Rumput-rumputan. Redaksi kalimat ini yaitu menyebutkan sesuatu yang khusus setelah yang umum. Karena lafazh اَلْكَلَأَ digunakan untuk tumbuhan yang basah maupun kering. Sementara lafazh اَلْعُشْبَ khusus digunakan untuk tumbuhan yang basah saja.
أَجَادِبُ (ajâdibu)
Tanah kering yang tidak dapat meresap air tapi dapat menampung air. Kata ini adalah bentuk jamak dari أَجْدَبُ (ajdabu).
طَائِفَةٌ  (thaa-ifatun)
Yakni قِطْعَةٌ (qith’atun), yaitu bagian.
قِيْعَانٌ (qî’ânun)
Tandus. Kata ini adalah bentuk jamak dari kata قَاعٌ, yaitu tanah datar licin yang tidak bisa ditumbuhi tanaman.
فَقهَ (faqiha)
Yaitu mendalami pemahaman. Yakni menjadi orang yang faqih (berilmu).
فَنَفَعَ اللَّهُ بِهَا
Sehingga Allah memberi manfaat dengannya. Yaitu dengan tanah yang dapat menampung air.
وَزَرَعُوا
Dan bercocok tanam.

D.    Asbabul Wurud



E.     Status Hadits
1.      Kuantitas hadits
Dari Segi Kuantitas rawi
·         Pada hadits Bukhari no.77, dari thabaqah ke-1 (sahabat) sampai thabaqah ke-5 perawinya masing2 sebanyak 1 orang, maka hadits ini termasuk ke dalam hadits gharib.
·         Pada hadits Muslim no.4232, dari thabaqah ke-1 sampai ke-4 masing-masing perawinya sebanyak 1 orang, maka disebut hadits gharib. Sedangkan pada thabaqah ke-4 perawinya sebanyak 3 orang, maka disebut hadits masyhur pada thabaqah ke-4.
·         Pada hadits Ahmad no.18752, dari thabaqah ke-1 sampai ke-5 masing-masing perawiyatnya sebanyak 1 orang, maka disebut hadits gharib.
           
            Namun pada intinya, hadits yang di riwayatkan Bukhari, Muslim dan Ahmad termasuk hadits gharib karena dominan perawinya sebanyak 1 orang dari tiap thabaqah, meskipun pada hadits yang diriwayatkan muslim di thabaqah ke-5 ada 3 orang perawi atau haditsnya masyhur hanya pada thabaqah ke-5.

Note:
- Hadits gharib: hadits yang di dalam mata rantai sanadnya terdapat seorang rawi yang menyendiri dalam periwayatannya, namun juga kadangkala ada gharib (asing/menyendiri) dalam matannya.

2.      Kualitas/Keshahihan hadits
Dari Segi Kualitas Rawi
·         Pada hadits Bukhari no.77, sesuai dengan komentar para ulama mengenai sifat atau keadaan para perawinya, hadits tersebut termasuk ke dalam hadits hasan, karena dari tiap thabaqah para periwayatnya dominan tsiqah.
·         Pada hadits Muslim no.4232, menurut komentar para ulama yaitu mengenai sifat dan keadaan perawinya, hadits tersebut  termasuk ke dalam hadits hasan, karena dari tiap thabaqah periwayatnya dominan tsiqah.
·         Pada hadits Ahmad no.18752, menurut komentar para ulama mengenai sifat periwayatnya, termasuk ke dalam hadits hasan, karena para perawinya dominan tsiqah
           
            Maka kami simpulkan bahwa ketiga hadits tersebut termasuk kedalam hadits hasan karena dominan para periwayatnya tsiqah.

Note:
- thabaqah       : tingkatan
- tsiqah                        : orang yang memiliki sifat ‘adalah, sempurna dhabt dan itqan-nya.
- ‘Adalah         : sebuah ibarat untuk menjelaskan bahwa seorang perawi senantiasa memegang teguh sifat jujur, amanah, dan taqwa, dan terhindar dari syirik, bid’ah, kefasiqan, kefajiran, dan hal-hal yang menjatuhkan marwah.
- Dhabt dan Itqan: mendengarnya seorang perawi, memahaminya dengan pemahaman yang sempurna, menghapalnya secara sempurna tanpa ada keraguan, dan menetapi hal-hal tersebut sejak saat mendengar sampai pada saat menyampaikan (meriwayatkan).

3.      Jalur Sanad

JALUR SANAD KE - 1
Abdullah bin Qais bin
Sulaim bin Hadldlor
*
Amir bin 'Abdullah bin
Qais
*
Buraid bin 'Abdullah bin
Abi Burdah bin Abi Musa
*
Hammad bin Usamah bin
Zaid
*
Muhammad bin Al 'Alaa'
bin Kuraib

1.      Muhammad bin Al 'Alaa' bin Kuraib
  • Nama Lengkap : Muhammad bin Al 'Alaa' bin Kuraib
  • Kalangan : Tabi'ul Atba' kalangan tua
  • Kuniyah : Abu Kuraib
  • Negeri semasa hidup : Kufah
  • Wafat : 248 H
ULAMA
KOMENTAR
Abu Hatim
Shaduuq
An Nasa'i
la ba`sa bih
Ibnu Hibban
disebutkan dalam 'ats tsiqaat
Maslamah bin Qasim
Kuufii TsiqaH
Ibnu Hajar al 'Asqalani
Tsiqah Hafidz
Adz Dzahabi
Hafizh


2.      Amir bin 'Abdullah bin Qais
  • Nama Lengkap : Amir bin 'Abdullah bin Qais
  • Kalangan : Tabi'in kalangan pertengahan
  • Kuniyah : Abu Burdah
  • Negeri semasa hidup : Kufah
  • Wafat : 104 H
ULAMA
KOMENTAR
Yahya bin Ma'in
Tsiqah
Ibnu Sa'd
Tsiqah
Ibnu Hibban
disebutkan dalam 'ats tsiqaat
Al Bukhari
katsirul glalath

3.      Buraid bin 'Abdullah bin Abi Burdah bin Abi Musa
  • Nama Lengkap : Buraid bin 'Abdullah bin Abi Burdah bin Abi Musa
  • Kalangan : Tabi'in (tdk jumpa Shahabat)
  • Kuniyah : Abu Burdah
  • Negeri semasa hidup : Kufah
  • Wafat :
ULAMA
KOMENTAR
Al 'Ajli
Tsiqah
Yahya bin Ma'in
Tsiqah
An Nasa'i
laisa bihi ba`s
Abu Daud
Tsiqah
Ibnu Hibban
disebutkan dalam 'Ats Tsiqat'
Ibnu Hajar
tsiqah yuhthi'
Adz Dzahabi
Shaduuq

4.      Hammad bin Usamah bin Zaid
  • Nama Lengkap : Hammad bin Usamah bin Zaid
  • Kalangan : Tabi'ut Tabi'in kalangan biasa
  • Kuniyah : Abu Usamah
  • Negeri semasa hidup : Kufah
  • Wafat : 201 H
ULAMA
KOMENTAR
Al 'Ajli
Tsiqah
Yahya bin Ma'in
Tsiqah
Ibnu Hibban
disebutkan dalam 'ats tsiqaat
Muhammad bin Sa'd
Tsiqah Ma'mun Yudallis
Adz Dzahabi
Hujjah

5.      Muhammad bin Al 'Alaa' bin Kuraib
  • Nama Lengkap : Muhammad bin Al 'Alaa' bin Kuraib
  • Kalangan : Tabi'ul Atba' kalangan tua
  • Kuniyah : Abu Kuraib
  • Negeri semasa hidup : Kufah
  • Wafat : 248 H
ULAMA
KOMENTAR
Abu Hatim
Shaduuq
An Nasa'i
la ba`sa bih
Ibnu Hibban
disebutkan dalam 'ats tsiqaat
Maslamah bin Qasim
Kuufii TsiqaH
Ibnu Hajar al 'Asqalani
Tsiqah Hafidz
Adz Dzahabi
Hafizh


JALUR SANAD KE - 2

Abdullah bin Qais bin
Sulaim bin Hadldlor
*
Amir bin 'Abdullah bin
Qais
*
Buraid bin 'Abdullah bin
Abi Burdah bin Abi Musa
*
Hammad bin Usamah bin
Zaid
*
Ishaq bin Ibrahim bin
Makhlad



1.      Abdullah bin Qais bin Sulaim bin Hadldlor
ULAMA
KOMENTAR
Shahabat
  •  Nama Lengkap : Abdullah bin Qais bin Sulaim bin Hadldlor
  •  Kalangan : Shahabat
  •  Kuniyah : Abu Musa
  • Negeri semasa hidup : Kufah
  • Wafat : 50 H
2.      Amir bin 'Abdullah bin Qais
  • Nama Lengkap : Amir bin 'Abdullah bin Qais
  • Kalangan : Tabi'in kalangan pertengahan
  • Kuniyah : Abu Burdah
  • Negeri semasa hidup : Kufah
  • Wafat : 104 H
ULAMA
KOMENTAR
Yahya bin Ma'in
Tsiqah
Ibnu Sa'd
Tsiqah
Ibnu Hibban
disebutkan dalam 'ats tsiqaat
Al Bukhari
katsirul glalath
3.      Buraid bin 'Abdullah bin Abi Burdah bin Abi Musa
  • Nama Lengkap : Buraid bin 'Abdullah bin Abi Burdah bin Abi Musa
  • Kalangan : Tabi'in (tdk jumpa Shahabat)
  • Kuniyah : Abu Burdah
  • Negeri semasa hidup : Kufah
  • Wafat :
ULAMA
KOMENTAR
Al 'Ajli
Tsiqah
Yahya bin Ma'in
Tsiqah
An Nasa'i
laisa bihi ba`s
Abu Daud
Tsiqah
Ibnu Hibban
disebutkan dalam 'Ats Tsiqat'
Ibnu Hajar
tsiqah yuhthi'
Adz Dzahabi
Shaduuq

4.      Hammad bin Usamah bin Zaid
  • Nama Lengkap : Ishaq bin Ibrahim bin Makhlad
  • Kalangan : Tabi'ul Atba' kalangan tua
  • Kuniyah : Abu Ya'qub
  • Negeri semasa hidup : Himsh
  • Wafat : 238 H
ULAMA
KOMENTAR
Ahmad bin Hambal
Seorang imam kaum muslimin
An Nasa'i
Ahadul aimmah
Ibnu Hibban
disebutkan dalam 'ats tsiqaat
Ibnu Hajar al 'Asqalani
Tsiqah hafidz mujtahid
Adz Dzahabi
Imam


F.     Kandungan Hadits
a)      Syarah hadits
            Perkataan: “Bab: Keutamaan orang yang berilmu dan mengajarkannya.” Lafazh yang pertama (yakni علم), yaitu menjadi orang yang berilmu; sedangkan lafazh yang kedua (yakni علم), yaitu mengajarkannya.
            Perkataan: [حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ] “Muhammad bin al-‘Ala’ meriwayatkan kepada kami.” Dia dijuluki dengan nama Abu Kuraib, dan julukannya ini lebih populer daripada nama aslinya. Demikian pula gurunya, yakni Abu Usamah. Buraid dari Abu Burdah; Abu Burdah adalah kakeknya Buraid, ia adalah putra Abu Musa al-Asy’ari. Dalam sanad, Abu Burdah menyebutkan ‘dari Abu Musa’, tidak mengatakan ‘dari ayahnya’, hal ii sebagai seni dalam pemaparan sanad. Adapun perawi-perawi sanad ini seluruhnya penduduk Kufah.
            Al-Qurthubi dan lainnya berkata: “Nabi صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم membuat sebuah perumpamaan bagi agama yang beliau bawa ini dengan hujan yang turun merata pada saat manusia membutuhkannya. Begitulah keadaan manusia sebelum beliau diutus. Sebagaimana hujan dapat menghidupkan negeri yang mati, demikian pula ilmu-ilmu agama dapat menghidupkan hati yang mati. Kemudian, orang-orang yang mendengar ilmu, diumpamakan oleh beliau dengan tanah beraneka ragam yang dibasahi oleh air hujan tersebut.
1.      Diantara manusia ada yang berilmu, beramal, dan mengajarkan ilmunya. Kedudukan manusia tipe ini sama seperti tanah subur yang dapat menyerap air, lalu air itu bermanfaat bagi tanah itu sendiri dan mampu menumbuhkan tanam-tanaman sehingga bisa bermanfaat bagi yang lainnya.
2.      Manusia yang mengumpulkan ilmu, menghabiskan waktunya untuk itu, hanya saja tidak mengamalkan perkara-perkara sunnahnya, atau tidak memahami ilmu yang dikumpulkannya, namun orang tersebut menyampaikan ilmu itu kepada orang lain. Kedudukan manusia tipe kedua ini seperti tanah yang bisa menampung air lalu bermanfaat bagi manusia. Itulah yang diisyaratkan dalam sabda Nabi: “Semoga Allah mengelokkan wajah seorang hamba yang mendengar sabdaku lalu ia menyampaikannya sebagaimana yang ia dengar.”
3.      Manusia yang mendengarkan ilmu tetapi tidak menjaganya, tidak mengamalkannya, dan tidak pula menyampaikannya kepada orang lain. Kedudukan manusia tipe ketiga ini seperti tanah tandus atau gersang, yang tidak mampu menyerap air, bahkan merusak tanah lainnya.
            Rasulullah صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم menggabungkan perumpamaan manusia tipe pertama dan kedua sebagai tipe yang terpuji, karena kesamaan antara keduanya dalam memberikan manfaat. Sementara beliau menyebutkan secara terpisah tipe manusia ketiga sebagai tipe yang tercela, karena mereka tidak mengambil manfaat dengan hidayah itu (baik untuk dirinya maupun untuk yang lainnya), wallaahu a’lam.
            Selanjutnya, jelaslah bagi penulis bahwa perumpamaan setiap manusia dalam hal ini diklasifikasikan menjadi dua kelompok. Kelompok manusia yang pertama sudah dijelaskan di atas. Adapun kelompok yang kedua, ada dua tipe.
1.      Orang yang masuk dalam agama Islam namun tidak mau menuntut ilmu, atau menuntutya tetapi tidak mengamalkannya dan tidak mengajarkannya. Perumpamaannya seperti tanah yang tandus. Hal itu diisyaratkan dalam sabda Nabi صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم: “Orang yang tidak peduli dengannya,” yaitu berpaling dari ilmus, sehingga ilmu itu tidak bermanfaat baginya, dan ia tidak bisa memberikan manfaat dengannya kepada orang lain.
2.      Orang yang sama sekali tidak masuk dalam agama Islam. Dakwah sudah sampai kepadanya namun ia mengkufurinya. Perumpamaannya seperti tanah yang gersang, tandus, dan datar; yang tidak dapat menyerap dan menampung air, sehingga air itu tidak bermanfaat baginya. Hal ini diisyaratkan dengan sabda Nabi صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم: “Ia tidak menerima hidayah Allah yang aku bawa.”
           
            Ath-Thibi mengatakan: “Tinggal dua kelompok manusia lagi. Pertama, kelompok yang mendapat manfaat dari ilmu untuk dirinya sendiri, namun tidak mengajarkannya kepada orang lain. Kedua, kelompok manusia yang tidak mengambil manfaat dari ilmu untuk dirinya sendiri dan tidak mau mengajarkannya kepada orang lain.”
            Penulis katakan: “Adapun kelompok manusia yang pertama (dalam klasifikasi ath-Thibi) sudah masuk dalam perumpamaan kelompok yang pertama (ada tiga tipe), karena secara umum manfaat ilmu sudah didapatnya, walaupun tingkatannya berbeda-beda. Demikian pula tanaman yang dihasilkan oleh tanah, ada yang bermanfaat bagi manusia dan ada yag menjadi tanaman kering.
            Sementara kelompok manusia yang kedua, apabila orang tersebut mengamalkan perkara-perkara wajib dan mengabaikan perkara-perkara sunnah, maka ia masuk dalam perumpamaan kelompok yang kedua (ada dua tipe), sebagaimana klasifikasi yang telah kami jelaskan. Dan apabila perkara-perkara wajib pun ditinggalkannya, berarti orang tersebut adalah orang fasik, tidak boleh mengambil ilmu darinya, bisa jadi ia masuk dalam keumuman Nabi صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم: “Orang yang tidak peduli dengannya.” Wallaahu a’lam[3].
            Seorang Muslim tidaklah cukup hanya dengan menyatakan ke-Islamannya tanpa memahami dan mengamalkannya. Pernyataannya itu harus dibuktikan dengan melaksanakan konsekuensi dari Islam. Untuk itu, menuntut ilmu syar’i merupakan jalan menuju kebahagiaan yang abadi. Alangkah baiknya kita termasuk dalam kelompok terpuji, yaitu yang menyerap, mengamalkan dan menyampaikan ilmu kita. Jangan sampai kita seorang muslim termasuk dalam kelompok yang sengsara yaitu yang tidak memiliki ilmu dan tidak mengajarkannya. Mereka itulah orang-orang yang tidak peduli dengan hidayah Allâh dan tidak menerimanya.

b)     Metode Simulasi/Perumpamaan
Berikut keterkaitan hadits dengan pembelajaran
·         Pengertian metode simulasi
            Metode Perumpamaan/simulasi adalah metode yang mengembangkan kemampuan analisis dalam rangkan menemukan makna. sesuatu adalah sifat sesuatu itu yang menjelaskan dan menyingkap hakikatnya atau apa yang dimaksudkan untuk dijelaskannya , baik na’atnya maupun ahwâlnya. Kadang-kadang perumpamaan sesuatu yaitu penggambaran dan penyingkapan hakikatnya dengan jalan majaz atau hakikat dibukukannya dengan mentasybihkannya (penggambaran yang serupa).
            Menurut Abu Ahmadi simulasi (simulation) berarti tiruan atau suatu perbuatan yang bersifat pura-pura saja.[4] Sebagai metode mengajar, simulasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang menggambarkan keadaan sebenarnya. Maksudnya ialah siswa (dengan bimbingan guru) melakukan peran dalam simulasi tiruan untuk mencoba menggambarkan kejadian yang sebenarnya. Maka didalam kegiatan simulasi, peserta atau pemegang peranan melakukan lingkungan tiruan dari kejadian yang sebenarnya.
            Metode pembelajaran simulasi merupakan metode pembelajaran yang membuat suatu peniruan terhadap sesuatu yang nyata, terhadap keadaan sekelilingnya (state of affaris) atau proses. Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan oleh beberapa oleh beberapa ahli tersebut di atas, dapat dipahami bahwa metode simulasi merupakan suatu model pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru dengan cara penyajian.

·         Kelebihan dan Kelemahan Metode Simulasi
Terdapat beberapa kelebihan dengan menggunakan simulasi sebagai metode belajar diantaranya :
1)      Simulasi dapat dijadikan sebagai bekal bagi siswa dalam menghadapi situasi yang sebenarnya kelak, baik dalam kehidupan keluarga, masyarakat maupun menghadapi dunia kerja.
2)      Simulasi dapat mengembangkan kreatifitas siswa, karena melalui simulasi siswa diberi kesempatan untuk memainkan peranan sesuai dengan topik yang disimulasikan.
3)      Simulasi dapat memupuk keberanian dan percaya diri siswa
4)      Memperkaya pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan dalam menghadapi berbagai situasi sosial yang problematis
5)      Simulasi dapat meningkatkan gaairah siswa dalam proses pembelajaran

Disamping memiliki kelebihan simulasi juga mempunyai kelemahan,
diantaanya :
1)      Pengalaman yang diperoleh melalui simulasi tidak selalu tepat dan sesuai dengan kenyataan dilapangan.
2)      Pengelolahan ang kurang baik, sering simulasi dijadikan sebagai alat hiburan, sehingga tujuan pembelajaran jadi terbengkalai.
3)      Faktor pisikologis seperti rasa malu dan takut sering mempengaruhi siswa dalam melakukan simulasi.

G.    Kesimpulan
a)      Asbabul wurud hadits ini .....
b)      Secara kuantitas, hadits yang di riwayatkan Bukhari, Muslim dan Ahmad termasuk hadits gharib karena dominan perawinya sebanyak 1 orang dari tiap thabaqah, meskipun pada hadits yang diriwayatkan muslim di thabaqah ke-5 ada 3 orang perawi atau haditsnya masyhur hanya pada thabaqah ke-5.
c)      Secara kualitas, Maka kami simpulkan bahwa ketiga hadits tersebut termasuk kedalam hadits hasan karena dominan para periwayatnya tsiqah (orang yang memiliki sifat ‘adalah, sempurna dhabt dan itqan-nya).
d)     Pelajaran yang dapat kita petik di hadit di atas adalah:
Pertama: Memberikan perumpamaan dengan tujuan mendekatkan atau memudahkan pengertian kepada orang lain merupakan sesuatu yang disyariatkan.
Kedua: Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus dengannya seperti hujan yang memberikan manfaat, karena petunjuk dan ilmu tersebut dapat menghidupkan hati sebagaimana hujan menghidupkan tanah.
Ketiga: Perumpamaan orang yang mengambil manfaat dari petunjuk dan ilmu seperti tanah yang baik. Orang yang memiliki ilmu dan mengajarkannya tetapi tidak mengambil manfaat darinya seperti tanah yang dapat menampung air, lalu orang lain mengambil manfaat darinya.
Keempat: Perumpamaan orang yang tidak menuntut ilmu dan beramal seperti tanah yang tandus, yang tidak bisa menampung air dan tidak bisa menumbuhkan tanaman. Inilah seburuk-buruk manusia, dia tidak dapat memberi manfaat bagi dirinya dan orang lain.
Kelima: Wajib bagi setiap Muslim menuntut ilmu dan mengamalkannya, serta peringatan keras bagi orang tidak menuntut ilmu.
Keenam: Sebaik-baik manusia adalah orang yang bermanfaat buat dirinya dan bermanfaat buat orang lain.
Ketujuh: Pengarahan pendidikan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam memberikan perumpamaan, khususnya dalam bidang ilmu dan pengajaran, karena perumpamaan lebih mendekatkan pengertian dan memikat dalam arahan pendidikan.
Kedelapan: Ilmu dan petunjuk dapat menghidupkan hati sebagaimana hujan dapat menghidupkan tanah.
Kesembilan: Kehidupan ummat tidak akan terwujud kecuali dengan mengetahui ilmu dan mengamalkannya. Dan bila ummat terhalang dari ilmu, berarti mereka telah menjadi bangkai. Sebaliknya, ummat mana pun yang mau menerimanya, memanfaatkan dan mengamalkan hukum-hukumnya, maka mereka termasuk ummat yang hidup dan dinamis.
Kesepuluh: Dalam menyerap ilmu, manusia terbagi menjadi beberapa kelompok.
Kesebelas: Kelompok yang paling baik yaitu yang mempelajari ilmu, memahaminya dengan pemahaman yang benar, mengamalkannya, dan mengajarkannya. Mereka bermanfaat untuk diri sendiri dan orang lain.
Kedua belas: Orang yang menuntut ilmu, kemudian dia mengajarkannya kepada orang lain, tapi dia tidak mengamalkan yang wajib dan sunnah, maka dia adalah orang yang fasik dan kita tidak boleh mengambil ilmu darinya.
Ketiga belas: Tidak boleh belajar kepada ahlul bid’ah.
Keempat belas: Hidayah taufik hanya milik Allah Subhnahu wa Ta’ala. Allah menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya dan Allah  menyesatkan siapa yang Dia kehendaki.
Kelima belas: Kelompok yang sengsara yaitu yang tidak memiliki ilmu dan tidak mengajarkannya. Mereka itulah orang-orang yang tidak peduli dengan hidayah Allah dan tidak menerimanya.




Daftar Pustaka

Lidwa pusaka I-software-Kitab 9 Imam Hadits

Salim Bahreisy. 1976. Tarjamah Riadhus Shalihin. Bandung: PT ALMA’ARIF.

Ibnu Hajar al-‘Asqalani. 2010. Fathul Bari : Syarah Shahih al-Bukhari. Jakarta: PUSTAKA          IMAM ASY-SYAFI’I.
Abu Ahmadi. Joko Tri Pasetya. 2005. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia.



[1] PAI-A
[2] Salim Bahreisy, Tarjamah Riadhus Shalihin, (Bandung: PT ALMA’ARIF, 1976), cet. Ke-2, hlm. 315.
[3] Ibnu Hajar al-‘Asqalani, Fathul Bari : Syarah Shahih al-Bukhari, ( Jakarta: PUSTAKA IMAM ASY-SYAFI’I, 2010), cet. ke-1, jilid II, hlm. 181-187
[4] Abu Ahmadi, Joko Tri Pasetya, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), hlm. 83



Posting Komentar

0 Komentar