HADITS
TARBAWI
Keutamaan
Orang Berilmu dan Mengamalkannya
Metode
Pembelajaran Simulasi
Oleh:
Salsabila Mustaqimah[1]
A. Hadits Utama
Hadits Bukhari No. 77[2]
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ قَالَ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ أُسَامَةَ عَنْ
بُرَيْدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِي مُوسَى
عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَثَلُ مَا بَعَثَنِي اللَّهُ
بِهِ مِنْ الْهُدَى وَالْعِلْمِ كَمَثَلِ الْغَيْثِ الْكَثِيرِ أَصَابَ أَرْضًا
فَكَانَ مِنْهَا نَقِيَّةٌ قَبِلَتْ الْمَاءَ فَأَنْبَتَتْ الْكَلَأَ وَالْعُشْبَ
الْكَثِيرَ وَكَانَتْ مِنْهَا أَجَادِبُ أَمْسَكَتْ الْمَاءَ فَنَفَعَ اللَّهُ
بِهَا النَّاسَ فَشَرِبُوا وَسَقَوْا وَزَرَعُوا وَأَصَابَتْ مِنْهَا طَائِفَةً
أُخْرَى إِنَّمَا هِيَ قِيعَانٌ لَا تُمْسِكُ مَاءً وَلَا تُنْبِتُ كَلَأً
فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقُهَ فِي دِينِ اللَّهِ وَنَفَعَهُ مَا بَعَثَنِي اللَّهُ
بِهِ فَعَلِمَ وَعَلَّمَ وَمَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا وَلَمْ
يَقْبَلْ هُدَى اللَّهِ الَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ
قَالَ
أَبُو عَبْد اللَّهِ قَالَ إِسْحَاقُ وَكَانَ مِنْهَا طَائِفَةٌ قَيَّلَتْ
الْمَاءَ قَاعٌ يَعْلُوهُ الْمَاءُ وَالصَّفْصَفُ الْمُسْتَوِي مِنْ الْأَرْضِ
Terjemah:
(BUKHARI - 77) : Telah menceritakan kepada kami
Muhammad bin Al 'Ala` berkata, telah menceritakan kepada kami Hammad bin Usamah
dari Buraid bin Abdullah dari Abu Burdah dari Abu Musa dari Nabi shallallahu
'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang
Allah mengutusku dengan membawanya adalah seperti hujan yang lebat yang turun
mengenai tanah. Diantara tanah itu ada jenis yang dapat menyerap air sehingga
dapat menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan rerumputan yang banyak. Dan di antaranya
ada tanah yang keras lalu menahan air (tergenang) sehingga dapat diminum oleh
manusia, memberi minum hewan ternak dan untuk menyiram tanaman. Dan yang lain
ada permukaan tanah yang berbentuk lembah yang tidak dapat menahan air dan juga
tidak dapat menumbuhkan tanaman. perumpamaan itu adalah seperti orang yang
faham agama Allah dan dapat memanfa'atkan apa yang aku diutus dengannya, dia
mempelajarinya dan mengajarkannya, dan juga perumpamaan orang yang tidak dapat
mengangkat derajat dan tidak menerima hidayah Allah dengan apa yang aku diutus
dengannya". Berkata Abu Abdullah; Ishaq berkata: "Dan diantara jenis
tanah itu ada yang berbentuk lembah yang dapat menampung air hingga penuh dan
diantaranya ada padang sahara yang datar".
B. Hadits Penguat
1. PENGUAT : HADIST MUSLIM NO – 4232
حَدَّثَنَا
أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَأَبُو عَامِرٍ الْأَشْعَرِيُّ وَمُحَمَّدُ
بْنُ الْعَلَاءِ وَاللَّفْظُ لِأَبِي عَامِرٍ قَالُوا حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ
عَنْ بُرَيْدٍ عَنْ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِي مُوسَى عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ مَثَلَ مَا بَعَثَنِيَ اللَّهُ بِهِ عَزَّ
وَجَلَّ مِنْ الْهُدَى وَالْعِلْمِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَصَابَ أَرْضًا فَكَانَتْ
مِنْهَا طَائِفَةٌ طَيِّبَةٌ قَبِلَتْ الْمَاءَ فَأَنْبَتَتْ الْكَلَأَ
وَالْعُشْبَ الْكَثِيرَ وَكَانَ مِنْهَا أَجَادِبُ أَمْسَكَتْ الْمَاءَ فَنَفَعَ
اللَّهُ بِهَا النَّاسَ فَشَرِبُوا مِنْهَا وَسَقَوْا وَرَعَوْا وَأَصَابَ
طَائِفَةً مِنْهَا أُخْرَى إِنَّمَا هِيَ قِيعَانٌ لَا تُمْسِكُ مَاءً وَلَا
تُنْبِتُ كَلَأً فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقُهَ فِي دِينِ اللَّهِ وَنَفَعَهُ بِمَا
بَعَثَنِيَ اللَّهُ بِهِ فَعَلِمَ وَعَلَّمَ وَمَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ
رَأْسًا وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى اللَّهِ الَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ
Terjemah:
Telah menceritakan kepada kami Abu
Bakr bin Abu Syaibah dan Abu 'Amir Al Asy'ari serta Muhammad bin Al 'Allaa
lafazh ini milik Abu Amir mereka berkata; Telah menceritakan kepada kami Abu
Usamah dari Buraid dari Abu Burdah dari Abu Musa dari Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam beliau bersabda: "Perumpamaan agama yang aku diutus Allah 'azza
wajalla dengannya, yaitu berupa petunjuk dan ilmu ialah bagaikan hujan yang
jatuh ke bumi. Diantaranya ada yang jatuh ke tanah subur yang dapat menyerap
air, maka tumbuhlah padang rumput yang subur. Diantaranya pula ada yang jatuh
ke tanah keras sehingga air tergenang karenanya. Lalu air itu dimanfaatkan
orang banyak untuk minum, menyiram kebun dan beternak. Dan ada pula yang jatuh
ke tanah tandus, tidak menggenangkan air dan tidak pula menumbuhkan
tumbuh-tumbuhan. Seperti itulah perumpamaan orang yang mempelajari agama Allah
dan mengambil manfaat dari padanya, belajar dan mengajarkan, dan perumpamaan
orang yang tidak mau tahu dan tidak menerima petunjuk Allah yang aku di utus
dengannya."
2. PENGUAT : HADIST AHMAD NO – 18752
وَقَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ مَثَلَ مَا بَعَثَنِي
اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ بِهِ مِنْ الْهُدَى وَالْعِلْمِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَصَابَ
الْأَرْضَ فَكَانَتْ مِنْهُ طَائِفَةٌ قَبِلَتْ فَأَنْبَتَتْ الْكَلَأَ
وَالْعُشْبَ الْكَثِيرَ وَكَانَتْ مِنْهَا أَجَادِبُ أَمْسَكَتْ الْمَاءَ فَنَفَعَ
اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ بِهَا نَاسًا فَشَرِبُوا فَرَعَوْا وَسَقَوْا وَزَرَعُوا
وَأَسْقَوْا وَأَصَابَتْ طَائِفَةً مِنْهَا أُخْرَى إِنَّمَا هِيَ قِيعَانٌ لَا
تُمْسِكُ مَاءً وَلَا تُنْبِتُ كَلَأً فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقُهَ فِي دِينِ اللَّهِ
عَزَّ وَجَلَّ وَنَفَعَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ بِمَا بَعَثَنِي بِهِ وَنَفَعَ
بِهِ فَعَلِمَ وَعَلَّمَ وَمَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا وَلَمْ
يَقْبَلْ هُدَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ الَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ
Terjemah:
Masih melalui jalur periwayatan yang sama seperti hadits
sebelumnya dari Abu Musa; Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sesungguhnya perumpamaan petunjuk dan ilmu yang Allah 'azza wajalla
mengutusku dengannya (berkaitan dengan orang yang menerimanya) seperti hujan yang
menyirami tanah. Diantara tanah itu ada yang menyerap air lalu menumbuhkan
rumput yang banyak. Dan diantaranya lagi ada yang gersang dan hanya menampung
air, maka Allah 'azza wajalla mendatangkan manfaat darinya sehingga manusia
dapat meminum, mangairi ladang, bertani serta memberi minum. Dan ada yang
berupa tanah lapang yang tidak dapat menampung air dan tidak pula menumbuhkan
rerumputan. Itulah perumpamaan orang yang memahami agama Allah 'azza wajalla,
Allah menjadikannya bermanfaat dengan apa yang diutus dengannya, dan ia pun
memberi manfaat. Maka ia mengetahui dan mengajarkannya kepada orang lain. Dan
juga perumpamaan bagi orang tidak mau mengangkat kepalanya (untuk memahami) dan
menerima petunjuk Allah 'azza wajalla yang aku diutus dengannya."
Sumber:
·
Sumber : Bukhari
Kitab : Ilmu
Bab : Keutamaan orang yang berilmu dan mengajarkannya
No. Hadist : 77
Kitab : Ilmu
Bab : Keutamaan orang yang berilmu dan mengajarkannya
No. Hadist : 77
·
Sumber : Muslim
Kitab : Keutamaan
Bab : Perumpamaan apa yang Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam diutus dengannya seperti,
No. Hadist : 4232
Kitab : Keutamaan
Bab : Perumpamaan apa yang Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam diutus dengannya seperti,
No. Hadist : 4232
·
Sumber: Ahmad
Kitab :
Musnad penduduk Kufah
Bab : Hadits Abu Musa Al Asy'ari Radliyallahu
ta'ala 'anhu
No.
Hadist : 18752
C. Kosakata (Mufradat)
Bahasa
Arab
|
Terjemah/Makna
|
مَثَلُ
(matsalu)
|
Sebuah sifat yang menakjubkan (sehingga
menjadi perumpaman), bukan matsalu yang berarti pepatah.
|
اَلْهُدَى
(al-hudâ)
|
Petunjuk yang akan mengantarkan kita kepada
tujuan.
|
اَلْعِلْمُ
(al-‘ilmu)
|
Mengetahui dalil-dalil syar’i.
|
اَلْغَيْثُ
(al-ghaits)
|
Hujan
yang hanya mendatangkan kebaikan.
|
نَقِيَّةً
(naqiyyatan)
|
Tanah subur. Kata نَقِيَّةً
diambil dari kata اَلنَّقَاءُ
(an-naqaa-u), dan lafazh ini merupakan sifat bagi maushuf (benda yang
disifati) yang tidak disebutkan.
|
قَبِلَتْ (qabilat)
|
Menyerap. Lafazh ini berasal dari kata اَلْقَبُوْلُ
(menerima).
|
اَلْكَلَأُ
(al-kala-u)
|
Tumbuh-tumbuhan. Ditulis dengan huruf hamzah
tanpa dipanjangkan bacaannya.
|
وَالْعُشْبَ (wal
‘usyba)
|
Rumput-rumputan. Redaksi kalimat ini yaitu
menyebutkan sesuatu yang khusus setelah yang umum. Karena lafazh اَلْكَلَأَ
digunakan untuk tumbuhan yang basah maupun kering. Sementara lafazh اَلْعُشْبَ
khusus digunakan untuk tumbuhan yang basah saja.
|
أَجَادِبُ
(ajâdibu)
|
Tanah kering yang tidak dapat meresap air
tapi dapat menampung air. Kata ini adalah bentuk jamak dari أَجْدَبُ
(ajdabu).
|
طَائِفَةٌ (thaa-ifatun)
|
Yakni قِطْعَةٌ
(qith’atun), yaitu bagian.
|
قِيْعَانٌ (qî’ânun)
|
Tandus. Kata ini adalah bentuk jamak dari
kata قَاعٌ,
yaitu tanah datar licin yang tidak bisa ditumbuhi tanaman.
|
فَقهَ
(faqiha)
|
Yaitu mendalami pemahaman. Yakni menjadi
orang yang faqih (berilmu).
|
فَنَفَعَ
اللَّهُ بِهَا
|
Sehingga Allah memberi manfaat dengannya.
Yaitu dengan tanah yang dapat menampung air.
|
وَزَرَعُوا
|
Dan bercocok tanam.
|
D. Asbabul Wurud
E. Status Hadits
1. Kuantitas hadits
Dari
Segi Kuantitas rawi
·
Pada hadits Bukhari no.77, dari thabaqah ke-1
(sahabat) sampai thabaqah ke-5 perawinya masing2 sebanyak 1 orang, maka hadits
ini termasuk ke dalam hadits gharib.
·
Pada hadits Muslim no.4232, dari thabaqah ke-1
sampai ke-4 masing-masing perawinya sebanyak 1 orang, maka disebut hadits
gharib. Sedangkan pada thabaqah ke-4 perawinya sebanyak 3 orang, maka disebut
hadits masyhur pada thabaqah ke-4.
·
Pada hadits Ahmad no.18752, dari thabaqah ke-1
sampai ke-5 masing-masing perawiyatnya sebanyak 1 orang, maka disebut hadits
gharib.
Namun
pada intinya, hadits yang di riwayatkan Bukhari, Muslim dan Ahmad termasuk
hadits gharib karena dominan perawinya sebanyak 1 orang dari tiap thabaqah,
meskipun pada hadits yang diriwayatkan muslim di thabaqah ke-5 ada 3 orang
perawi atau haditsnya masyhur hanya pada thabaqah ke-5.
Note:
- Hadits gharib: hadits yang di dalam mata
rantai sanadnya terdapat seorang rawi yang menyendiri dalam periwayatannya,
namun juga kadangkala ada gharib (asing/menyendiri) dalam matannya.
2. Kualitas/Keshahihan hadits
Dari
Segi Kualitas Rawi
·
Pada hadits Bukhari no.77, sesuai dengan
komentar para ulama mengenai sifat atau keadaan para perawinya, hadits tersebut
termasuk ke dalam hadits hasan, karena dari tiap thabaqah para periwayatnya
dominan tsiqah.
·
Pada hadits Muslim no.4232, menurut komentar
para ulama yaitu mengenai sifat dan keadaan perawinya, hadits tersebut termasuk ke dalam hadits hasan, karena dari
tiap thabaqah periwayatnya dominan tsiqah.
·
Pada hadits Ahmad no.18752, menurut komentar
para ulama mengenai sifat periwayatnya, termasuk ke dalam hadits hasan, karena
para perawinya dominan tsiqah
Maka
kami simpulkan bahwa ketiga hadits tersebut termasuk kedalam hadits hasan
karena dominan para periwayatnya tsiqah.
Note:
- thabaqah :
tingkatan
- tsiqah :
orang yang memiliki sifat ‘adalah, sempurna dhabt dan itqan-nya.
- ‘Adalah :
sebuah ibarat untuk menjelaskan bahwa seorang perawi senantiasa memegang teguh
sifat jujur, amanah, dan taqwa, dan terhindar dari syirik, bid’ah, kefasiqan,
kefajiran, dan hal-hal yang menjatuhkan marwah.
- Dhabt dan Itqan: mendengarnya seorang perawi,
memahaminya dengan pemahaman yang sempurna, menghapalnya secara sempurna tanpa
ada keraguan, dan menetapi hal-hal tersebut sejak saat mendengar sampai pada
saat menyampaikan (meriwayatkan).
3. Jalur Sanad
JALUR
SANAD KE - 1
Abdullah
bin Qais bin
Sulaim
bin Hadldlor
*
Amir bin
'Abdullah bin
Qais
*
Buraid
bin 'Abdullah bin
Abi
Burdah bin Abi Musa
*
Hammad
bin Usamah bin
Zaid
*
Muhammad
bin Al 'Alaa'
bin
Kuraib
1.
Muhammad bin Al 'Alaa' bin Kuraib
|
|
2. Amir bin 'Abdullah bin Qais
|
|
3. Buraid bin 'Abdullah bin Abi Burdah
bin Abi Musa
|
|
4. Hammad bin Usamah bin Zaid
|
|
5. Muhammad bin Al 'Alaa' bin Kuraib
|
|
JALUR
SANAD KE - 2
Abdullah
bin Qais bin
Sulaim
bin Hadldlor
*
Amir bin
'Abdullah bin
Qais
*
Buraid
bin 'Abdullah bin
Abi
Burdah bin Abi Musa
*
Hammad
bin Usamah bin
Zaid
*
Ishaq
bin Ibrahim bin
Makhlad
1. Abdullah bin Qais bin Sulaim bin
Hadldlor
2.
Amir bin 'Abdullah bin Qais
3.
Buraid bin 'Abdullah bin Abi Burdah bin Abi Musa
4.
Hammad bin Usamah bin Zaid
|
F. Kandungan Hadits
a) Syarah hadits
Perkataan:
“Bab: Keutamaan orang yang berilmu dan mengajarkannya.” Lafazh yang pertama
(yakni علم), yaitu menjadi orang yang berilmu;
sedangkan lafazh yang kedua (yakni علم),
yaitu mengajarkannya.
Perkataan:
[حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ] “Muhammad bin al-‘Ala’ meriwayatkan
kepada kami.” Dia dijuluki dengan nama Abu Kuraib, dan julukannya ini lebih
populer daripada nama aslinya. Demikian pula gurunya, yakni Abu Usamah. Buraid
dari Abu Burdah; Abu Burdah adalah kakeknya Buraid, ia adalah putra Abu Musa
al-Asy’ari. Dalam sanad, Abu Burdah menyebutkan ‘dari Abu Musa’, tidak
mengatakan ‘dari ayahnya’, hal ii sebagai seni dalam pemaparan sanad. Adapun
perawi-perawi sanad ini seluruhnya penduduk Kufah.
Al-Qurthubi
dan lainnya berkata: “Nabi صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّم membuat sebuah perumpamaan bagi agama yang
beliau bawa ini dengan hujan yang turun merata pada saat manusia
membutuhkannya. Begitulah keadaan manusia sebelum beliau diutus. Sebagaimana
hujan dapat menghidupkan negeri yang mati, demikian pula ilmu-ilmu agama dapat
menghidupkan hati yang mati. Kemudian, orang-orang yang mendengar ilmu,
diumpamakan oleh beliau dengan tanah beraneka ragam yang dibasahi oleh air
hujan tersebut.
1. Diantara
manusia ada yang berilmu, beramal, dan mengajarkan ilmunya. Kedudukan manusia
tipe ini sama seperti tanah subur yang dapat menyerap air, lalu air itu
bermanfaat bagi tanah itu sendiri dan mampu menumbuhkan tanam-tanaman sehingga
bisa bermanfaat bagi yang lainnya.
2. Manusia
yang mengumpulkan ilmu, menghabiskan waktunya untuk itu, hanya saja tidak
mengamalkan perkara-perkara sunnahnya, atau tidak memahami ilmu yang
dikumpulkannya, namun orang tersebut menyampaikan ilmu itu kepada orang lain.
Kedudukan manusia tipe kedua ini seperti tanah yang bisa menampung air lalu
bermanfaat bagi manusia. Itulah yang diisyaratkan dalam sabda Nabi: “Semoga
Allah mengelokkan wajah seorang hamba yang mendengar sabdaku lalu ia
menyampaikannya sebagaimana yang ia dengar.”
3. Manusia
yang mendengarkan ilmu tetapi tidak menjaganya, tidak mengamalkannya, dan tidak
pula menyampaikannya kepada orang lain. Kedudukan manusia tipe ketiga ini
seperti tanah tandus atau gersang, yang tidak mampu menyerap air, bahkan merusak
tanah lainnya.
Rasulullah
صَلَّى
اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم menggabungkan perumpamaan manusia tipe pertama
dan kedua sebagai tipe yang terpuji, karena kesamaan antara keduanya dalam
memberikan manfaat. Sementara beliau menyebutkan secara terpisah tipe manusia
ketiga sebagai tipe yang tercela, karena mereka tidak mengambil manfaat dengan
hidayah itu (baik untuk dirinya maupun untuk yang lainnya), wallaahu a’lam.
Selanjutnya,
jelaslah bagi penulis bahwa perumpamaan setiap manusia dalam hal ini diklasifikasikan
menjadi dua kelompok. Kelompok manusia yang pertama sudah dijelaskan di atas.
Adapun kelompok yang kedua, ada dua tipe.
1. Orang
yang masuk dalam agama Islam namun tidak mau menuntut ilmu, atau menuntutya
tetapi tidak mengamalkannya dan tidak mengajarkannya. Perumpamaannya seperti
tanah yang tandus. Hal itu diisyaratkan dalam sabda Nabi صَلَّى
اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم: “Orang yang tidak peduli dengannya,”
yaitu berpaling dari ilmus, sehingga ilmu itu tidak bermanfaat baginya, dan ia
tidak bisa memberikan manfaat dengannya kepada orang lain.
2. Orang
yang sama sekali tidak masuk dalam agama Islam. Dakwah sudah sampai kepadanya
namun ia mengkufurinya. Perumpamaannya seperti tanah yang gersang, tandus, dan
datar; yang tidak dapat menyerap dan menampung air, sehingga air itu tidak
bermanfaat baginya. Hal ini diisyaratkan dengan sabda Nabi صَلَّى
اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم: “Ia tidak menerima hidayah Allah yang aku
bawa.”
Ath-Thibi
mengatakan: “Tinggal dua kelompok manusia lagi. Pertama, kelompok yang
mendapat manfaat dari ilmu untuk dirinya sendiri, namun tidak mengajarkannya
kepada orang lain. Kedua, kelompok manusia yang tidak mengambil manfaat
dari ilmu untuk dirinya sendiri dan tidak mau mengajarkannya kepada orang
lain.”
Penulis
katakan: “Adapun kelompok manusia yang pertama (dalam klasifikasi ath-Thibi)
sudah masuk dalam perumpamaan kelompok yang pertama (ada tiga tipe), karena
secara umum manfaat ilmu sudah didapatnya, walaupun tingkatannya berbeda-beda.
Demikian pula tanaman yang dihasilkan oleh tanah, ada yang bermanfaat bagi
manusia dan ada yag menjadi tanaman kering.
Sementara
kelompok manusia yang kedua, apabila orang tersebut mengamalkan perkara-perkara
wajib dan mengabaikan perkara-perkara sunnah, maka ia masuk dalam perumpamaan
kelompok yang kedua (ada dua tipe), sebagaimana klasifikasi yang telah kami
jelaskan. Dan apabila perkara-perkara wajib pun ditinggalkannya, berarti orang
tersebut adalah orang fasik, tidak boleh mengambil ilmu darinya, bisa jadi ia
masuk dalam keumuman Nabi صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّم: “Orang yang tidak peduli dengannya.” Wallaahu
a’lam[3].
Seorang
Muslim tidaklah cukup hanya dengan menyatakan ke-Islamannya tanpa memahami dan
mengamalkannya. Pernyataannya itu harus dibuktikan dengan melaksanakan
konsekuensi dari Islam. Untuk itu, menuntut ilmu syar’i merupakan jalan menuju
kebahagiaan yang abadi. Alangkah baiknya kita termasuk dalam kelompok terpuji,
yaitu yang menyerap, mengamalkan dan menyampaikan ilmu kita. Jangan sampai kita
seorang muslim termasuk dalam kelompok yang sengsara yaitu yang tidak memiliki
ilmu dan tidak mengajarkannya. Mereka itulah orang-orang yang tidak peduli
dengan hidayah Allâh dan tidak menerimanya.
b) Metode Simulasi/Perumpamaan
Berikut
keterkaitan hadits dengan pembelajaran
·
Pengertian metode simulasi
Metode
Perumpamaan/simulasi adalah metode yang mengembangkan kemampuan analisis dalam
rangkan menemukan makna. sesuatu adalah sifat sesuatu itu yang menjelaskan dan
menyingkap hakikatnya atau apa yang dimaksudkan untuk dijelaskannya , baik
na’atnya maupun ahwâlnya. Kadang-kadang perumpamaan sesuatu yaitu penggambaran
dan penyingkapan hakikatnya dengan jalan majaz atau hakikat dibukukannya dengan
mentasybihkannya (penggambaran yang serupa).
Menurut
Abu Ahmadi simulasi (simulation) berarti tiruan atau suatu perbuatan yang
bersifat pura-pura saja.[4]
Sebagai metode mengajar, simulasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang
menggambarkan keadaan sebenarnya. Maksudnya ialah siswa (dengan bimbingan guru)
melakukan peran dalam simulasi tiruan untuk mencoba menggambarkan kejadian yang
sebenarnya. Maka didalam kegiatan simulasi, peserta atau pemegang peranan
melakukan lingkungan tiruan dari kejadian yang sebenarnya.
Metode
pembelajaran simulasi merupakan metode pembelajaran yang membuat suatu peniruan
terhadap sesuatu yang nyata, terhadap keadaan sekelilingnya (state of affaris)
atau proses. Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan oleh beberapa oleh
beberapa ahli tersebut di atas, dapat dipahami bahwa metode simulasi merupakan
suatu model pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru dengan cara penyajian.
·
Kelebihan dan Kelemahan Metode Simulasi
Terdapat beberapa kelebihan dengan menggunakan
simulasi sebagai metode belajar diantaranya :
1) Simulasi
dapat dijadikan sebagai bekal bagi siswa dalam menghadapi situasi yang
sebenarnya kelak, baik dalam kehidupan keluarga, masyarakat maupun menghadapi
dunia kerja.
2) Simulasi
dapat mengembangkan kreatifitas siswa, karena melalui simulasi siswa diberi
kesempatan untuk memainkan peranan sesuai dengan topik yang disimulasikan.
3) Simulasi
dapat memupuk keberanian dan percaya diri siswa
4) Memperkaya
pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan dalam menghadapi berbagai
situasi sosial yang problematis
5) Simulasi
dapat meningkatkan gaairah siswa dalam proses pembelajaran
Disamping memiliki kelebihan simulasi juga
mempunyai kelemahan,
diantaanya :
1) Pengalaman
yang diperoleh melalui simulasi tidak selalu tepat dan sesuai dengan kenyataan
dilapangan.
2) Pengelolahan
ang kurang baik, sering simulasi dijadikan sebagai alat hiburan, sehingga
tujuan pembelajaran jadi terbengkalai.
3) Faktor
pisikologis seperti rasa malu dan takut sering mempengaruhi siswa dalam
melakukan simulasi.
G. Kesimpulan
a) Asbabul
wurud hadits ini .....
b) Secara
kuantitas, hadits yang di riwayatkan Bukhari, Muslim dan Ahmad termasuk
hadits gharib karena dominan perawinya sebanyak 1 orang dari tiap thabaqah,
meskipun pada hadits yang diriwayatkan muslim di thabaqah ke-5 ada 3 orang
perawi atau haditsnya masyhur hanya pada thabaqah ke-5.
c) Secara
kualitas, Maka kami simpulkan bahwa ketiga hadits tersebut termasuk kedalam
hadits hasan karena dominan para periwayatnya tsiqah (orang yang memiliki sifat
‘adalah, sempurna dhabt dan itqan-nya).
d)
Pelajaran yang dapat kita petik di hadit di
atas adalah:
Pertama: Memberikan perumpamaan dengan tujuan
mendekatkan atau memudahkan pengertian kepada orang lain merupakan sesuatu yang
disyariatkan.
Kedua: Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus dengannya seperti hujan yang memberikan
manfaat, karena petunjuk dan ilmu tersebut dapat menghidupkan hati sebagaimana
hujan menghidupkan tanah.
Ketiga: Perumpamaan orang yang mengambil manfaat dari
petunjuk dan ilmu seperti tanah yang baik. Orang yang memiliki ilmu dan
mengajarkannya tetapi tidak mengambil manfaat darinya seperti tanah yang dapat
menampung air, lalu orang lain mengambil manfaat darinya.
Keempat: Perumpamaan orang yang tidak menuntut ilmu
dan beramal seperti tanah yang tandus, yang tidak bisa menampung air dan tidak
bisa menumbuhkan tanaman. Inilah seburuk-buruk manusia, dia tidak dapat memberi
manfaat bagi dirinya dan orang lain.
Kelima: Wajib bagi setiap Muslim menuntut ilmu dan
mengamalkannya, serta peringatan keras bagi orang tidak menuntut ilmu.
Keenam: Sebaik-baik manusia adalah orang yang
bermanfaat buat dirinya dan bermanfaat buat orang lain.
Ketujuh: Pengarahan pendidikan dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam memberikan perumpamaan, khususnya dalam bidang ilmu dan
pengajaran, karena perumpamaan lebih mendekatkan pengertian dan memikat dalam
arahan pendidikan.
Kedelapan: Ilmu dan petunjuk dapat menghidupkan hati
sebagaimana hujan dapat menghidupkan tanah.
Kesembilan: Kehidupan ummat tidak akan terwujud kecuali
dengan mengetahui ilmu dan mengamalkannya. Dan bila ummat terhalang dari ilmu,
berarti mereka telah menjadi bangkai. Sebaliknya, ummat mana pun yang mau
menerimanya, memanfaatkan dan mengamalkan hukum-hukumnya, maka mereka termasuk
ummat yang hidup dan dinamis.
Kesepuluh: Dalam menyerap ilmu, manusia terbagi menjadi
beberapa kelompok.
Kesebelas: Kelompok yang paling baik yaitu yang
mempelajari ilmu, memahaminya dengan pemahaman yang benar, mengamalkannya, dan
mengajarkannya. Mereka bermanfaat untuk diri sendiri dan orang lain.
Kedua belas: Orang yang menuntut ilmu, kemudian dia
mengajarkannya kepada orang lain, tapi dia tidak mengamalkan yang wajib dan
sunnah, maka dia adalah orang yang fasik dan kita tidak boleh mengambil ilmu
darinya.
Ketiga belas: Tidak boleh belajar kepada ahlul bid’ah.
Keempat belas: Hidayah taufik hanya milik Allah Subhnahu wa
Ta’ala. Allah menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya dan Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki.
Kelima belas: Kelompok yang sengsara yaitu yang tidak
memiliki ilmu dan tidak mengajarkannya. Mereka itulah orang-orang yang tidak
peduli dengan hidayah Allah dan tidak menerimanya.
Daftar
Pustaka
Lidwa pusaka I-software-Kitab 9 Imam Hadits
Salim Bahreisy. 1976. Tarjamah
Riadhus Shalihin. Bandung: PT ALMA’ARIF.
Ibnu Hajar al-‘Asqalani. 2010. Fathul
Bari : Syarah Shahih al-Bukhari. Jakarta: PUSTAKA IMAM ASY-SYAFI’I.
Abu Ahmadi. Joko Tri Pasetya.
2005. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia.
[1] PAI-A
[2] Salim Bahreisy, Tarjamah
Riadhus Shalihin, (Bandung: PT ALMA’ARIF, 1976), cet. Ke-2, hlm. 315.
[3] Ibnu Hajar al-‘Asqalani, Fathul
Bari : Syarah Shahih al-Bukhari, ( Jakarta: PUSTAKA IMAM ASY-SYAFI’I,
2010), cet. ke-1, jilid II, hlm. 181-187
[4] Abu Ahmadi, Joko Tri Pasetya, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung:
Pustaka Setia, 2005), hlm. 83
0 Komentar